Sementara itu, Koordinator Aksi Ekonomi dan Emansipasi Rakyat (AEER) Pius Ginting, mengatakan salah satu alasan pemerintah susah beralih energi dari batu bara kemungkinan karena sumber daya alam itu melimpah di Indonesia.
"Alasannya tentu karena Indonesia punya resources batu bara, ada di Kalimantan dan Sumatra Selatan, dan Indonesia kan sebagai pengekspor batu bara terbesar di dunia, karena ada batu bara itu lah. Kalau gak ada batu bara, tentunya, seperti misalnya Filipina, itu lebih mudah untuk transisi keluar dari batu bara," kata Pius.
Pendapat ini juga sempat disinggung oleh Manajer Program Transformasi Energi, Institute for Essential Services Reform (IESR), Deon Arinaldo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pandangan lain yang pernah saya dengar adalah bahwa Indonesia kaya akan batu bara, dan batubara sebagai sumber energi murah sehingga layaknya dipakai untuk menjaga ketahanan energi, dan affordability energi," tutur Deon.
Walaupun demikian, Deon tidak setuju atas pernyataan itu. Deon menilai Indonesia juga kaya akan sumber energi terbarukan, tak melulu batu bara.
"Bahkan laporan dari Carbon Tracker Initiative menunjukkan bahwa potensi energi terbarukan Indonesia (khususnya surya dan angin) bisa memenuhi 100 kali lipat permintaan energi Indonesia saat ini," kata Deon lagi.
Deon juga berpendapat bahwa energi terbarukan akan jauh lebih murah di masa depan.
Sementara itu, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Surya Darma. menganggap kesepakatan COP26 bukan berarti Indonesia ingin mempertahankan energi batu bara.
Menurutnya, salah satu penyebab Indonesia sulit beralih ke energi baru terbarukan (EBT) yang ramah lingkungan karena berbagai tantangan yang ada mulai dari faktor finansial masyarakat, teknologi, serta ketersediaan bahan dasar EBT itu sendiri.
"Indonesia, sejak Perjanjian Paris memang berniat menurunkan emisi karbon 29 persen pada 2030 dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan bantuan dan dukungan pendanaan dari internasional. Upaya ini dituangkan dalam target NDC Indonesia pada 2030. Akan tetapi, kelihatannya upaya ini tidak mudah dilakukan karena banyak faktor," katanya saat diwawancara CNNIndonesia.com, Selasa (16/11).
Surya menilai, kemampuan ekonomi masyarakat yang mayoritas masih rendah berhubungan dengan penggunaan energi batu bara yang dianggap lebih murah dibandingkan energi terbarukan. Akibatnya, penggunaan batu bara masih menjadi andalan dalam memasok energi listrik secara nasional.
(pwn/bac)