Selain politik, masalah tata kota, khususnya sistem drainase yang buruk, juga disebut-sebut menjadi biang kerok banjir di Negeri Jiran.
Menurut Hussin dan Kamal, seharusnya Malaysia mengubah desain infrastruktur kota untuk mencegah banjir. Idealnya, pembangunan di lahan-lahan baru Malaysia seharusnya dibangun sedemikian rupa sehingga daerah resapan air tetap terjaga.
"Sangat dipahami bahwa biayanya mahal untuk membangun atau memugar setiap bangunan dan rumah agar dapat mengakomodasi tujuan itu. Untuk itu, harus dibuat cara untuk mengalihkan jumlah air yang ekstrem di waktu yang singkat di level komunitas," tulis mereka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Contonya, tidak semua bangunan di jantung Kuala Lumpur punya sistem drainase yang memadai, yang dapat menyebabkan kegagalan drainase lokal."
Hussin dan Kamal sudah melihat sejumlah perkembangan dengan kemunculan proyek Smart Tunnel yang dapat menjadi solusi penampungan kelebihan debet air.
"Smart Tunnel berhasil mengalihkan lima juta meter kubik kelebihan air, yang dapat mencegah banjir di pusat kota," kata mereka.
Mereka berharap proyek serupa dapat diterapkan dalam pembangunan di daerah lain. Selain itu, desain tahan-banjir juga harus diterapkan dalam pembangunan jalan tol. Pasalnya, belakangan ini ratusan warga terjebak di jalan bebas hambatan akibat banjir.
Untuk upaya pencegahan banjir lebih jauh, Hussin dan Kamal menganggap pemerintah juga harus mulai memikirkan pembangunan sistem listrik, membenahi infrastruktur rusak akibat bencana, juga jaringan pasokan air.
"Meski biaya bertambah, warga dan pemerintah harus melihat ini sebagai investasi demi kebaikan dan kesiapan di masa mendatang. Semua memang memerlukan pemikiran jangka panjang, lebih dari sekadar narasi politik, tapi lebih ke kepedulian terhadap rakyat dan keamanan nasional," tulis mereka.
(has/bac)