Warga Palestina Tuduh Facebook Lakukan 'Pembungkaman'

CNN Indonesia
Jumat, 31 Des 2021 12:54 WIB
Warga sekaligus jurnalis Palestina meningkatkan kewaspadaan di sosial media, Facebook, usai merasa 'dibungkam' oleh platform tersebut.
Foto ilustrasi. Bendera Israel. (AFP PHOTO / THOMAS COEX)

Tuduhan bias condong ke Israel di Facebook sebetulnya sudah mencuat selama bertahun-tahun. Terbaru, anggota Human Right Watch mengatakan platform tersebut menekan konten yang diunggah warga Palestina.

"Dan pendukung mereka yang berbicara soal masalah hak asasi manusia di Israel dan Palestina," katanya.

Menurut pusat pemantauan media sosial Palestina, Sada Social, sebanyak 600 akun warga Palestina atau posting Facebook pro-Palestina dibatasi atau dihapus pada tahun 2021.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pusat tersebut membantu meluncurkan kampanye media sosial yang disebut "Facebook Censors Jerusalem".

Seorang jurnalis yang berbasis di Yerusalem yang menjadi sukarelawan untuk kampanye tersebut, Rama Youssef, mengatakan Facebook mengacu sudut pandang Israel dan memiliki "standar ganda".

Lembaga pemikir Arab Center Washington DC mengatakan pemerintah Israel juga mendorong untuk menyensor puluhan ribu unggahan dan akun yang mendukung sudut pandang Palestina.

Facebook tidak memberi komentar soal permintaan penghapusan dari pemerintah Israel.

Namun perusahaan tersebut membantah tuduhan bias. Mereka mengatakan sesuai standar platform melarang adanya kekerasan, terorisme, kebencian dan kegiatan kriminal skala besar, serta posting yang mendukung subjek tersebut.

Pejabat Israel juga menuduh berbagai platform media sosial, termasuk Facebook, yang gagal mengekang anti-Semitisme.

Pada Februari lalu, Menteri Urusan Diaspora saat itu Omer Yankelevich meminta Facebook, Google, TikTok dan Twitter untuk meningkatkan perang melawan anti-Semitisme.

Pakar media dari Sada Social, Iyad al-Rifai, mengaku rutin bertemu dengan perwakilan Facebook untuk meminta transparansi lebih lanjut.

Dia mengatakan situs itu tampaknya menargetkan kata "syahid", yang sering digunakan orang Palestina untuk menggambarkan orang yang dibunuh oleh pasukan Israel, termasuk mereka yang melakukan serangan.

Rifai mengatakan Facebook bersikeras terikat standar Amerika yang menganggap "penyerang sebagai teroris", bukan martir untuk tujuan politik.

Namun, menurut Rifai, menyensor istilah mengabaikan konteks yang lebih luas dari konflik Israel-Palestina.

Facebook tidak menjawab pertanyaan soal kebijakan terkait penggunaan kata "syahid".

Mereka mengklaim meninjau unggahan sesuai kebijakan sendiri, serta hukum lokal dan standar hak asasi manusia internasional.

Meski demikian, kekhawatiran juga muncul dari Rifai yang menganggap menghapus akun bisa membuat orang Palestina nampak tidak penting.

"(Karena takut kehilangan) sejarah dan kehadiran digital mereka," tutur Rifai.

Facebook, kata Rifai, sudah berjanji akan meningkatkan mekanisme kerja algoritma untuk membedakan antara konten jurnalistik dan konten biasa.

Bagaimanapun, dia tetap khawatir mereka hanya menawarkan "solusi sementara daripada solusi radikal".

(isa/bac)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER