Selain hak pengelolaan ruang udara, Indonesia juga berhasil mencapai kesepakatan kerja sama di bidang hukum, yakni perjanjian ekstradisi.
Penandatanganan perjanjian ekstradisi ini akan membuka babak baru kerja sama di bidang hukum antara Indonesia dan Singapura.
Perjanjian ini juga akan melengkapi dan menyempurnakan komitmen kedua negara sebagai sesama negara ASEAN terkait perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana (ASEAN Mutual Legal Assistance Treaty). Dalam perjanjian bantuan ini, kedua negara diharuskan bekerja sama dalam pencarian pelaku kejahatan, penggeledahan, maupun penyitaan aset.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perjanjian ini nantinya akan berlaku bagi para pelaku dari 31 jenis tindak pidana serta pelaku kejahatan lainnya yang telah diatur dalam sistem hukum kedua negara. Perjanjian ini juga akan menyepakati pemberlakuan masa retroaktif hingga 18 tahun terhadap tindak kejahatan yang berlangsung sebelum berlakunya perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura.
Dengan perjanjian ini, para pelaku tindak pidana tidak dapat melakukan perubahan status warga negara demi menghindari hukum. Mereka yang status kewarganegaraannya telah berubah, juga tidak dapat dikecualikan dalam pelaksanaan hukum yang berlaku.
Dengan demikian, perjanjian ekstradisi ini akan menciptakan efek gentar bagi para pelaku tindak kriminal di Indonesia dan Singapura. Bagi Indonesia, bahkan kesepakatan ini dapat menjerat pelaku kejahatan di masa lampau sebelum perjanjian ini berlaku, terutama koruptor yang banyak lari ke negara kota itu.
Dalam pertemuan Jokowi dan Lee kemarin, RI-Singapura juga menyepakati perjanjian kerja sama pertahanan atau DCA yang sempat dirundingkan pada 2007.
DCA menjadi salah satu alasan perjanjian ekstradisi RI-Singapura yang pernah disepakati pada 2007 mandek pada tahap ratifikasi di DPR RI. Saat itu, Singapura menjadikan syarat DCA agar disepakati jika perjanjian ekstradisi RI-Singapura jalan terus.
Salah satu permintaan Singapura dalam DCA dan menjadi perdebatan adalah negara kota itu ingin meminta sebagian wilayah perairan dan udara di sekitar Sumatera dan Kepulauan Riau supaya bisa digunakan untuk latihan militernya.
Akibat perdebatan ini, proses ratifikasi perjanjian ekstradisi dan DCA antara RI-Singapura tak kunjung disetujui DPR RI.
Kemarin, DCA akhirnya disepakati RI-Singapura. Dalam kesepakatan itu, Angkatan Bersenjata Singapura dan TNI sepakat meningkatkan kerja sama dan mempromosikan interaksi lebih erat.
DCA menjadi payung kerja sama kedua negara terkait kerja sama keamanan, pertukaran informasi intelijen, termasuk penanggulangan terorisme.
Militer Singapura juga akan terus melakukan latihan militer di sejumlah daerah di Indonesia dengan tetap menghormati sepenuhnya kedaulatan Indonesia atas wilayahnya, termasuk perairan kepulauan dan teritorial lain seperti wilayah udara sesuai dengan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS).
DCA dan teknis pengaturan pelaksanaannya akan tetap berlaku selama 25 tahun ke depan.