Sederet kabar meramaikan berita internasional akhir pekan, mulai dari peneliti China menemukan virus baru yang disebut Neocov hingga Rusia ingin saling menghormati dengan Amerika Serikat terkait kisruh Ukraina.
Peneliti di China menemukan virus baru bernama Neoromicia Capensis atau dikenal sebagai Neocov. Para ilmuwan pertama kali menemukan Neocov di antara kelelawar yang hidup di Afrika Selatan.
Mereka mengungkapkan bahwa Neocov bukan varian baru coronavirus diseases (Covid-19) yang menyebabkan pandemi belakangan ini. Virus ini merupakan kerabat dekat virus Middle East Respiratory Syndrome (MERS).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
MERS merupakan virus yang merebak di Arab Saudi pada 2012. Virus ini menyebabkan demam, batuk, hingga gangguan pernapasan.
Sebetulnya, komunitas peneliti pernah menemukan Neocov pada sebuah studi yang dilakukan di wilayah utara dan tenggara Afrika Selatan pada 2017 silam. Namun, Neocov saat itu hanya menjangkit mamalia dengan genus Neorimicia.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa mereka masih harus melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui Neocov berisiko bagi manusia atau tidak.
Sementara itu, Korea Utara juga kembali menarik perhatian di akhir pekan karena menguji coba rudal jarak menengah Hwasong-12 pada Minggu (30/1).
Berdasarkan laporan kantor berita propaganda Korut, KCNA, ini merupakan kali pertama Korut menguji coba Hwasong-12 setelah 2017 lalu.
KCNA menyatakan bahwa rudal yang diuji coba kali ini dilengkapi dengan kamera. Menurut mereka, kamera itu dapat mengambil foto saat berada di luar angkasa.
Sebagaimana dilansir Reuters, Korut mengonfirmasi kabar ini setelah sejumlah pengamat mengatakan bahwa Pyongyang diperkirakan baru saja menguji coba rudal balistik antarbenua (ICBM).
Di kawasan Eropa, kisruh antara Amerika Serikat dan Rusia terkait Ukraina masih menarik perhatian. Kini, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, mengatakan bahwa negaranya ingin menjalin hubungan "saling menghormati" dengan AS.
"Kami menginginkan hubungan yang baik, setara, dan saling menghormati dengan AS, seperti dengan setiap negara di dunia," kata Lavrov seperti dikutip AFP, Minggu (30/1).
Ia kemudian berkata, "Belajar dari pengalaman pahit, kami tidak ingin tetap berada dalam posisi di mana keamanan kami dilanggar setiap hari."
Belakangan ini, kedua negara bersitegang karena AS menuding Rusia menghimpun kekuatan militer di dekat Ukraina dan bersiap menyerang negara itu.
Namun, Rusia membantah laporan tersebut. Ukraina juga menganggap AS terlalu berlebihan terkait kehadiran militer Rusia tersebut.
(has)