Maraknya kekerasan dan bentrokan yang menargetkan umat minoritas Muslim India dianggap juga dipicu oleh kebijakan pemerintahan negara Asia Selatan itu yang bias terhadam Muslim.
Dalam beberapa tahun terakhir, India mengeluarkan beberapa kebijakan yang dianggap semakin menyudutkan dan merugikan umat Muslim di negara itu.
Pada Agustus 2019, pemerintah India mencabut status otonomi negara bagian Jammu dan Kashmir yang berpenduduk mayoritas Muslim.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
India juga menerapkan kebijakan ketat seperti jam malam, pembatasan internet dan telekomunikasi, hingga menahan ribuan orang Jammu Kashmir tanpa hukum jelas.
Ribuan orang yang ditangkap itu termasuk politikus, pemimpin politik, aktivis, wartawan, hingga advokat.
![]() Personel keamanan India menahan seorang pedemo dalam demonstrasi menentang UU kewarganegaraan baru di Meerut pada 20 Desember 2019. (Photo by STR / AFP) |
Pengesahan Amandemen Undang-Undang Kewarganegaraan India (CAB) pada Desember 2019 menjadi polemik hingga memicu kerusuhan antara pemeluk Hindu dan Islam di India.
Parlemen India menerbitkan undang-undang yang akan memudahkan proses naturalisasi bagi imigran dari tiga negara tetangga- Pakistan, Afghanistan, Bangladesh.
UU Amendemen Kewarganegaraan yang kontroversial ini mempercepat perolehan status kewarganegaraan bagi imigran ketiga negara itu yang menganut agama Hindu, Sikh, Budha, Jain, Parsis dan Kristen.
UU itu tidak termasuk imigran ketiga negara yang beragama Islam.
Pada November 2020, pemerintah Uttar Pradesh mengesahkan undang-undang yang melarang hubungan beda agama.
Dalam UU itu, pemerintah saat itu menggunakan istilah "cinta jihad" untuk menuding bahwa pria Muslim di wilayah itu banyak yang membujuk perempuan Hindu untuk menikah dan akhirnya masuk agama Islam.
UU itu mengharuskan siapa pun yang ingin pindah agama meminta persetujuan dahulu dari otoritas distrik. Beleid itu pun akan menghukum hingga 10 tahun penjara setiap pihak yang dianggap memaksa, menipu, membujuk orang lain untuk mengubah agama mereka.
Meski terdengar berlaku bagi semua agama, UU ini sebagian besar menargetkan umat Muslim.
(rds)