Konflik di perbatasan Ukraina meningkat usai Rusia mengerahkan ratusan ribu pasukan dan perangkat militer secara besar-besaran.
Amerika Serikat kemudian menyebut Rusia akan melakukan invasi. Namun, Moskow membantah dan balik menuding Washington memanfaatkan kondisi tersebut untuk mengendalikan kawasan.Konflik di perbatasan Ukraina meningkat usai Rusia mengerahkan ratusan ribu pasukan dan perangkat militer secara besar-besaran.
Rusia juga menuduh NATO bertanggung jawab atas konflik itu. Sebab, menurut mereka blok ini terus melakukan perluasan dan mengerahkan militer di wilayah perbatasan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat konflik Rusia dan Ukraina mencapai titik kritis, sejumlah komunitas internasional mencoba menggelar upaya diplomasi termasuk Uni Eropa dan Turki demi menghindari perang.
Beberapa negara Uni Eropa merupakan bagian dari Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), sehingga netralitas mereka diragukan. Sementara itu, Turki juga bagian dari dua organisasi tersebut.
"Turki gagal, karena dalam pandangan Rusia, Turki tidak netral. Karena, (mereka) membawa pesan Amerika Serikat, dan mencoba menggunakan momentum untuk menaikkan statusnya dalam NATO dan Uni Eropa," jelas Reza lagi.
Konflik di Ukraina yang terus memanas, membuat intelijen AS merilis prediksi rute penyerangan Rusia ke negara tersebut. Inggris juga akan menggalang dukungan di negara nordik dan bersiap mengirim paket bantuan militer.
Beberapa pihak yang lain menilai, Rusia tak berniat berperang dengan Ukraina, mereka hanya menargetkan militer untuk menghukum Kiev dan memenuhi tuntutannya.
(isa/bac)