Konflik Ukraina dan Rusia yang tak kunjung reda membuat sejumlah pihak khawatir akan potensi Perang Dunia III pecah.
Krisis itu bermula saat Rusia mengerahkan ratusan ribu pasukan dan peralatan tempur ke wilayah perbatasan. Amerika Serikat menuding mereka akan invasi, tapi Moskow membantah.
Rusia balik menuding AS memanfaatkan kondisi untuk mengendalikan kawasan. Selain itu, mereka menyebut NATO yang harus bertanggung jawab atas krisis ini karena terus menambah pasukan di Eropa Timur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melihat konflik itu, pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Muhammadiyah Riau, Fahmi Salsabila, menilai ada kemungkinan terjadi Perang Dunia III karena perbedaan kepentingan NATO- Amerika Serikat dan Moskow.
"Menurut saya bisa (PD III), karena persilangan kepentingan Rusia dan Blok Barat yakni NATO dan AS," kata Fahmi saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (18/2).
Lihat Juga : |
Rusia, menurutnya, punya kepentingan keamanan di Ukraina, karena negara ini berbatasan langsung dengan Moskow.
Pengerahan pasukan di perbatasan juga disebut sebagai upaya Rusia untuk menghambat langkah Ukraina bergabung dengan NATO.
Mereka cemas Ukraina bisa menjadi tempat NATO menembakkan rudal ke arah Moskow.
Sementara itu, Ukraina lebih cenderung pro ke Barat, meski ada sebagian wilayah yang ingin bergabung dengan Rusia.
"Barat dan AS tidak akan tinggal diam jika Ukraina diserang, sehingga menyeret negara-negara NATO dan AS ikut serta membantu Ukraina," lanjut Fahmi.
Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris diketahui mengirim pasukan ke Ukraina untuk membantu memperkuat pertahanan Kiev saat rumor invasi gencar.
Lihat Juga : |
Sebelumnya, tiga negara ini memang mengirim sejumlah personel ke Ukraina untuk melatih militer Kiev.
Lebih lanjut Fahmi bercerita, sementara Rusia tak sendirian. Ada sejumlah negara-negara eks Uni Soviet yang mendukung Rusia dan China.
China diketahui menjadi rival Amerika Serikat dalam percaturan politik dunia.
"Perang dunia dikhawatirkan terjadi karena negara-negara ini adalah negara besar yang memiliki armada perang dan persenjataan besar juga memiliki senjata Nuklir," jelas Fahmi lagi.
Dukungan China terhadap Rusia tertuang dalam dokumen strategis jangka panjang, katanya. Dalam dokumen tersebut, kedua negara ini mengecam peran destabilisasi Washington dalam keamanan global.