Mantan direktur jenderal Royal United Services Institute (RUSI) dan seorang analis keamanan, Michael Clarke, mengatakan proses invasi Rusia tampak tidak berjalan lancar sehingga mereka harus mengubah strateginya.
"Rusia memulai ini dengan apa yang saya sebut Rencana B yaitu melakukannya dengan cara yang akan dilakukan pasukan Barat," katanya saat diwawancara Sky News.
"Dengan pasukan yang relatif ringan bergerak cukup cepat dari perbatasan untuk mengepung daerah-daerah utama dan bergerak cepat di Kyiv, singkirkan pemerintah, nyatakan diri mereka sebagai pemerintah baru dan itu semua seharusnya dilakukan dalam waktu 72 jam," tambahnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Clarke menilai cara tersebut tidak berhasil dilakukan Rusia dan mereka mengacaukan invasi tersebut. Di sisi lain, Ukraina melakukan perlawanan yang cukup keras.
"Jadi sekarang mereka menggunakan Rencana A, yang mereka tahu bagaimana melakukannya, yaitu bergerak lebih lambat dengan armada yang lebih berat - armada pengepungan, seperti yang mereka katakan, menuruni lembah Dnieper, untuk mengelilingi kota-kota besar," ujar Clarke.
"Ini telah menjadi perang kota. Ini adalah perang utara/selatan saat ini, tetapi akan berputar di sekitar kota," imbuhnya.
Pasukan Rusia kini melakukan taktik pengepungan dengan mengisolasi Kyiv. Salah satu yang dilakukan adalah mematikan pasokan energi dari pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Zaporizhzhia di Ukraina selatan.
Tujuannya adalah agar pasukan Ukraina di Kyiv tak lagi mendapat pasokan listrik, penghangat, hingga air bersih. Sementara Rusia terus menambah logistik mereka dari akses yang sudah dikuasai di Ukraina sembari melakukan pengepungan.