Kenapa Barat Vokal Kecam Rusia Invasi Ukraina Tapi Lemah ke Israel?
Sejak Presiden Rusia, Vladimir Putin, memutuskan menyerang Ukraina pada 24 Februari lalu, sejumlah negara berbondong-bondong mengecam tindakan Putin. Tak hanya itu, deretan sanksi ekonomi juga dijatuhkan negara dunia demi mengatasi invasi Rusia.
Namun, sejumlah pihak mempertanyakan bahwa tindakan dunia terhadap Rusia dilakukan dengan standar ganda,' mengingat konflik bersenjata tak hanya terjadi di Rusia. Seorang jurnalis, Ahmed Twaij, menyinggung sikap AS dan negara-negara Barat yang tidak vokal bahkan lemah ketika menyangkut konflik Israel dan Palestina serta konflik di luar Eropa dalam tulisannya di NBC News.
Ia memberikan contoh kasus koresponden CBS News, Charlie D'Agata.
D'Agata dalam laporannya di Kyiv sempat mengatakan, "Ini bukan tempat, dengan segala hormat, seperti Irak atau Afghanistan, yang telah merasakan konflik dalam beberapa dekade," dikutip dari NBC News.
"Anda tahu, di sini kehidupan beradab, kebanyakan warga Eropa, saya harus memilih kata-kata itu dengan hati-hati, kota di mana Anda tidak berpikir atau berharap ini (perang) akan terjadi," kata D'Agata lagi.
Komentar ini membuat D'Agata diserang di media sosial. Tak hanya itu, Twaij menilai peristiwa ini menunjukkan bahwa dunia Barat lebih menghargai kehidupan masyarakat berkulit putih dibandingkan yang tewas di luar Eropa.
"Saya setuju bahwa Kyiv bukanlah kota yang saya 'harapkan' akan terjadi kekerasan, tetapi bukan juga Baghdad, Kabul, atau kota lain. Standar ganda ini menggelikan," tulis Twaij.
Bila dilihat dari sisi hubungan politik luar negeri, Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Prof. Dr. Moestopo, Fadra, mengakui standar ganda ini tampal dilakukan beberapa negara-negara Barat, salah satunya Amerika Serikat.
"Kalau yang saya amati bahwa betul ya, karena kalau kita melihat dari 1991, ketika Soviet pecah, kemudian permasalahan di Irak, Arab Spring, dan sebagainya, sampai konflik Arab-Israel yang sudah bertahun-tahun, internasional tidak ada suaranya," ujar Fadra saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (9/3).
Lihat Juga : |
"Sedangkan ketika Rusia menginvasi Ukraina, ini responsnya sangat cepat dan sangat tinggi. Bahkan tidak melihat kenapa sebenarnya Rusia menginvasi Ukraina. Terlihat sekali bahwa ini ada sebuah gerakan gotong royong di internasional yang memang kontra dengan agresi Rusia ke Ukraina," lanjutnya.
Fadra menilai, standar ganda ini dipengaruhi oleh Amerika Serikat, yang diketahui memegang peranan penting di Eropa kala Perang Dunia II selesai.
"Pada 1948 kita ingat, Eropa itu berutang banyak ekonomi ke Amerika Serikat. Ketika Eropa setelah masa Perang Dunia II, runtuh ekonomi dan politiknya di tahun itu. Sehingga sampai hari ini, banyak keputusan dan kebijakan Amerika Serikat itu sangat didukung oleh negara-negara di Eropa."