Jakarta, CNN Indonesia --
Hampir dua pekan Rusia menginvasi Ukraina, namun belum ada tanda-tanda konflik akan mereda. Ledakan masih terdengar dan pertempuran terus berkecamuk. Kedua negara ini bahkan disebut memakai tentara bayaran untuk memperkuat pertahanan.
Rusia, meskipun, dianggap memiliki kemampuan tempur yang lebih dari Ukraina tetap dilaporkan menggunakan tentara bayaran untuk membantu mereka melawan Kyiv.
Sementara itu, Ukraina yang notabenenya bukan lawan sebanding Rusia, membutuhkan tentara bayaran untuk memperkukuh pertahanan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, Ukraina memang mengumumkan akan menerima bantuan sukarelawan internasional untuk membantu memerangi pasukan Moskow.
Kyiv juga membentuk Legiun Internasional Pertahanan Ukraina, dan sejauh ini sudah ada 16 ribu orang yang dilaporkan bergabung dalam pertempuran.
Namun, salah satu sumber mengatakan ada pula kontraktor militer swasta yang punya pengalaman militer di antara relawan itu.
Menurut laporan Middle East Monitor, sumber tersebut mengatakan kontraktor itu tiba di Ukraina untuk tujuan ekstraksi, evakuasi dan pertahanan yang disewa perusahaan swasta.
Sebuah iklan pekerjaan di Silent Professional menunjukkan tengah mencari beberapa agen ekstraksi dan pelindung guna melakukan operasi evakuasi di seluruh pedesaan Ukraina dan kota-kota besar.
"Pemberi pekerjaan adalah perusahaan yang berbasis di Amerika Serikat. Baik agen perempuan maupun laki-laki dipersilakan melamar," kata iklan itu.
Dalam iklan itu tercantum pula, "Hanya kandidat yang sangat berpengalaman yang memiliki setidaknya 5 tahun lebih pengalaman militer di wilayah Eropa yang akan dipertimbangkan untuk peran ini."
Imbalan tentara bayaran untuk operasi ini sekitar US$1.000-US$2.000 atau Rp14 juta hingga Rp28 juta per hari. Namun pembayaran itu baru akan diberikan setelah operasi selesai.
Salah satu pejabat Ukraina membantah pemerintah tak mempekerjakan kontraktor militer swasta, tapi hanya menerima sukarelawan untuk legiun asing.
"Mereka akan diperlakukan sebagai sesama anggota militer Ukraina dan punya hak yang sama,"kata dia.
Hak yang sama termasuk gaji per bulan US$3.500.
Cara Perekrutan
Menurut kontraktor, pihak swasta profesional dan sukarelawan umum telah menggunakan rute serupa ke Ukraina untuk melawan Rusia.
"Jika Anda berada di Eropa, cukup pergi ke Polandia atau Rumania dan menghubungi kedutaan Ukraina," katanya.
Mereka yang melakukan perjalanan ke Ukraina, lanjut dia, berkumpul di Lviv di barat Ukraina dan ditugaskan di tempat lain.
Para kontaktor juga mengatakan ada peningkatan signifikan dalam unggahan pekerjaan militer swasta terkait Ukraina.
"Banyak perusahaan swasta yang berbasis di AS dan Eropa menjalankan iklan pekerjaan untuk Ukraina dengan pembayaran harian setidaknya $1.000-2.000 dan penghasilan tambahan," kata kontraktor kedua.
Pemerintah Ukraina mengatakan setiap sukarelawan bisa mengajukan permohonan ke atase pertahanan dengan paspor dan dokumen yang terkait dengan dinas militer dan pengalaman tempur.
Kemudian para sukarelawan menjalani proses pemeriksaan ekstremisme dan teroris. Begitu para sukarelawan memasuki wilayah Ukraina di bawah arahan pemerintah Kyiv, mereka akan menandatangani kontrak untuk bergabung dengan legiun asing.
Mantan personel pasukan khusus juga ada yang bergabung jadi tentara bayaran, baca di halaman berikutnya...
Pada 2 Maret, jumlah tentara profesional yang pergi ke Ukraina melebihi seribu orang. Sekitar 100 diantaranya, disebut berasal dari Legiun Asing Prancis.
"Orang-orang dengan pengalaman militer signifikan yang juga bisa berbahasa lokal dari Slovakia, Polandia dan Latvia sudah pergi ke Ukraina," kata salah satu kontraktor.
Para kontraktor mengatakan, Ukraina melakukan tindakan yang cerdas dengan menerima orang asing yang punya pengalaman militer, terutama mantan pasukan khusus.
Mantan pasukan khusus tentu memiliki kemampuan tempur yang berbeda dari tentara biasa.
Pasukan khusus itu disebut akan efektif melawan tentara bayaran pro Rusia, Wagner.
Wagner dilaporkan memiliki kemampuan tempur yang tak kalah dengan tentara normal.
Tentara bayaran ini pernah terlibat dalam operasi di Suriah. Termasuk dua operasi untuk membebaskan kota kuno Palmyra, demikian dikutip The Guardian.
Pencapaian tentara Rusia di Suriah disebut sebagian besar karena pengorbanan tentara bayaran. Namun, fakta ini diabaikan oleh militer dan tak diketahui masyarakat luas.
Pasca-Suriah, kemasyhuran Wagner meningkat setelah melaporkan operasi di Republik Afrika Tengah dan Libya.
Warga Suriah Direkrut Jadi Tentara Bayaran
Selain tentara bayaran Wagner, warga Suriah juga disebut mendukung Rusia dalam perang di Ukraina. Bagi mereka kepergian ke Eropa Timur itu 'menyelamatkannya' dari penderitaan dan krisis yang terjadi di negaranya.
Seperti dikutip dari VOA, perang Rusia di Ukraina telah memperdalam krisis Suriah. Sebab, kedua negara ini merupakan sumber pasokan makanan dan mata pencaharian yang signifikan, terutama roti dan energi.
Mediator di Damaskus dan daerah lain yang dikelola pemerintah di Suriah mulai menandatangani kontrak dengan para pemuda yang bersedia perang bersama tentara Rusia di Ukraina.
Kontrak tersebut menjanjikan US$7.000 atau sekitar Rp100 juta. Syarat pertama kontrak adalah wajib militer dan tidak kembali ke Suriah selama tujuh bulan.
Daftar wajib militer baru mencakup sekitar 23.000 warga Suriah yang telah bertempur dalam formasi milisi bersama pasukan pemerintah Suriah.
Para pejuang ini pernah pergi berperang di bawah panji-panji Asosiasi Al-Bustan dan Pasukan Pertahanan Nasional (NDF).
Sayap militer Asosiasi Al-Bustan adalah milik sepupu ibu Presiden Suriah Bashar al-Assad, Rami Makhlouf, tetapi kemudian dibubarkan dan diambil alih oleh Damaskus.
Sementara itu, NDF didirikan bersama dengan Iran pada tahun 2012. NDF telah kehilangan daya tarik di medan perang setelah intervensi Rusia di Suriah pada 2015 lalu.
Banyak dari NDF berasal dari badan intelijen. Pada 2013 lalu, mereka berhasil membantu rezim dan pasukan sekutu mengusir kelompok pemberontak di kota Homs, Suriah tengah.
Mereka juga punya peran penting dalam merebut kembali pedesaan timur Damaskus dari pemberontak pada 2018 lalu.
Syarat kedua, pemerintah Suriah tidak ada hubungannya dengan kontrak ini.
Jika seorang rekrutan terbunuh, mereka tidak memenuhi syarat "Dana Martir" Suriah. Keluarga mereka juga tak akan menikmati hak istimewa apa pun.
Namun pengamat meragukan kemampuan tentara bayaran Suriah. Direktur peneliti di badan think tank asal Amerika Serikat, Foreign Policy Research Institute, mengatakan milisi Suriah itu tak mumpuni, tak terlatih dan tak berguna.
"Mungkin Rusia hanya butuh tubuh (lain) untuk berdiri lalu tertembak," kata Stein dikutip Wall Street Journal.