Jakarta, CNN Indonesia --
Invasi Rusia di Ukraina sudah lebih dari dua pekan. Akibat invasi ini, berbagai negara melarang pesawat Rusia masuk ke wilayah udara mereka, pun memberlakukan banyak sanksi ekonomi.
Melihat permasalahan yang kian rumit, puluhan ribu warga Rusia dilaporkan telah kabur mengungsi ke luar negeri. Alasanya antara protes terhadap kebijakan Presiden Vladimir Putin menginvasi Ukraina atau takut terseret konflik tersebut.
Banyak warga Rusia, terutama laki-laki, khawatir invasi ke Ukraina pada akhirnya akan mendorong pemerintah Rusia menerapkan wajib militer terhadap para warganya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
New York Times melaporkan puluhan ribu warga Rusia telah melarikan diri ke Istanbul, Turki, sejak Putin memerintahkan pasukannya menginvasi Ukraina Februari lalu.
Puluhan ribu warga Rusia lainnya melakukan perjalanan ke negara-negara seperti Armenia, Georgia, Uzbekistan, Kyrgyzstan, dan Kazakhstan sejak invasi berlangsung. Lima negara itu memang menjadi tujuan "favorit" migrasi warga Rusia.
Sebelumnya, Kremlin membantah kabar pihak berwenang bakal menerapkan kebijakan darurat militer menyusul invasi di Ukraina dan melarang pria pergi dari Rusia untuk ikut berperang.
Meski telah dibantah, beberapa pria Rusia memutuskan untuk kabur dari negara itu. Seorang pria Rusia bercerita ia telah membeli penerbangan ke Istanbul, mengingat tak lagi memungkinkan baginya untuk tinggal di Moskow.
"Saya takut mobilisasi akan diterapkan pada esok hari dan saya tidak bisa terbang keluar," kata pria 29 tahun tersebut secara anonim, dikutip dari Reuters.
"Dalam mimpi terburuk saya, saya tak pernah berpikir akan neraka ini setelah sama kembali (ke Rusia) setahun lalu."
Ada pula pria 38 tahun yang mengaku telah membeli tiket mahal agar bisa pergi ke Timur Tengah.
"Saya tidak ingin bertarung dalam perang ini. Kami mendengar banyak rumor dan saya tidak percaya Kremlin saat mereka mengatakan (rumor) itu tidak benar," ujar sumber kedua.
Ada pula seorang perempuan 29 tahun yang bercerita ia pergi ke Israel akibat invasi Rusia.
"Saya malu saya tidak bertahan di Rusia, saya tidak bertarung sampai akhir, tidak melakukan protes di jalanan," ceritanya.
"Tapi jika Anda menolak perang, mereka menangkap Anda, dan ada hukum terkait pengkhianatan negara."
Warga dicegat polisi perbatasan Rusia, baca di halaman berikutnya...
Tak hanya itu, sejumlah orang di sempat dicegat oleh petugas perbatasan Rusia kala mereka ingin pergi dari negara itu.
Andrei, seorang direktur perfilman di Moskow mengatakan ia sempat tertahan di bandara Sheremetyevo Moskow, sebelum terbang ke Baku. Barang yang ia bawa digeledah, dan seorang petugas menyelidiki pesan pribadi Andrei.
"Dia mengambil ponsel saya dan menghabiskan waktu sejam untuk melihat semuanya. Untungnya, saya menghapus semua pesan yang mendiskusikan penolakan saya terhadap perang di Telegram dan Signal," cerita Andrei, dikutip dari The Guardian.
"Saya ditanya apakah saya 'benar-benar' mencintai negara saya dan apakah saya menolak perang. Dia bertanya kenapa saya mau pergi dan mengapa saya membaca media independen seperti Meduza."
"Itu adalah salah satu peristiwa yang paling mengerikan dalam hidup saya," tutur Andrei, yang kemudian diizinkan terbang.
Harga Tiket Pesawat Melonjak
Sementara itu, harga tiket pesawat di Rusia semakin melonjak setelah banyak negara memboikot penerbangan dari dan ke negara itu. Tak hanya itu, banyak tiket penerbangan ke luar negeri yang habis terjual di Rusia.
Mengutip The Guardian, penerbangan ke Yerevan, Istanbul, dan Belgrade sempat habis. Sementara itu, tiket sekali jalan dari Rusia ke Dubai mencapai lebih dari £3.000 (Rp55 juta). Harga ini melonjak dibandingkan saat waktu normal, yakni mencapai £250 (Rp4 juta), sebagaimana dilansir dari agregator penerbangan Skyscanner.
Tak hanya itu, tiket kereta dari St Petersburg ke Helsinki juga sempat terjual habis pada Kamis (3/3) dan Jumat (4/3).
Antrean Visa ke Negara Asing
Selain masalah tiket penerbangan, antrean visa juga menjadi salah satu rintangan warga Rusia yang ingin kabur. Warga Rusia membutuhkan visa untuk memasuki sejumlah negara Eropa.
Antrean aplikasi visa untuk negara Italia terlihat di Moskow. Tak hanya itu, pembuatan visa tersebut hanya bisa dilakukan dengan janji dan slot visa yang tersedia hanya ada untuk sepekan ke depan.
"Saya akan membuat janji untuk 11 Maret, meski apa yang terjadi kedepannya menakutkan dan tak pasti," kata wanita Rusia 40 tahun.
"Saya ingin menyiapkan visa. Saya pikir mereka akan mengizinkan saya masuk dengan tes PCR (terhadap Covid-19) dan saya akan memikirkan hal lainnya nanti," ceritanya.
Tak hanya warga Rusia yang mencoba pergi, seorang perempuan Filipina yang bekerja sebagai pengasuh di Moskow juga ikut mendaftarkan visa.
"Saya putus asa untuk mendapatkan visa, saya takut di sini," katanya.