Menjadi sopir taksi online juga jadi pelarian atas pikirannya yang kerap berkecamuk memikirkan tragedi di negara kelahirannya. Payenda pernah stres memikirkan kelaparan, bencana kekeringan, keruntuhan ekonomi, yang dialami warga Afghanistan.
AS pernah menjanjikan perubahan yang lebih baik ketika menduduki Afghanistan. Negara itu berjanji menjadikan Afghanistan lebih demokratis dan moderat. Washington juga mengklaim sudah memberikan segala bantuan kepada rakyat dan pemerintah Afghanistan untuk lebih mandiri dan kuat.
Namun, Presiden AS Joe Biden pernah mengungkapkan kekecewaan bahwa pemerintah Afghanistan tak mampu menyambut baik bantuan itu sehingga negaranya jatuh ke dalam keterpurukan dan kembali dikuasai Taliban.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sekarang apa yang terjadi? Para pemimpin Afghanistan menyerah dan meninggalkan negara mereka. Kami memberikan mereka segala instrumen yang dibutuhkan. Kami memberikan semua kesempatan kepada mereka untuk menentukan masa depan sendiri," kata Biden.
"Apa yang tidak bisa kami berikan adalah keinginan untuk berjuang demi masa depan," tutur Biden lagi.
Penyesalan dan kekecewaan itu pula yang terus dibawa Payenda. Ia turut menyalahkan kompatriotnya atas keruntuhan Afghanistan saat ini.
"Kami tidak memiliki keinginan bersama untuk melakukan reformasi secara serius," kata Payenda.
Payenda juga menyalahkan AS yang dengan begitu mudah memberikan kembali kekuasaan kepada Taliban dan mengkhianati nilai-nilai perjuangan mereka. Ia pun menyalahkan diri sendiri pada akhirnya.
Payenda merasa terperangkap antara kehidupan lamanya dengan impian untuk masa depan Afghanistan dan kehidupan baru di AS yang sama sekali tidak ia harapkan.
"Ini benar-benar menggerogoti dari dalam. Saya merasa tidak menjadi bagian di sini dan di sana. Saya merasakan kehampaan," tutur Payenda.
(bac)