Ukraina menuduh Negeri Beruang Merah membawa paksa sekitar 402 ribu warga sipil dari wilayah mereka ke Rusia. Sebagian dari warga itu disebut dijadikan sandera.
Perwakilan ombudsman Ukraina, Lyudmyla Denisova, mengatakan bahwa 402 ribu orang itu juga mencakup 84 ribu anak-anak.
Denisova menganggap para warga yang diangkut itu digunakan Rusia sebagai sandera untuk menekan agar Ukraina menyerah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejumlah pejabat melaporkan bahwa Rusia mengambil paspor para warga itu, kemudian membawa mereka ke "kamp-kamp filtrasi" di timur Ukraina yang dikuasai separatis pro Rusia.
Sementara itu, Negeri Beruang Merah juga membawa sebagian warga Ukraina ke daerah terpencil di Rusia yang perekonomian buruk.
Intelijen Ukraina bahkan mengungkapkan, beberapa warga dikirim ke Pulau Pasifik Sakhalin. Mereka ditawari pekerjaan dengan syarat tidak pergi selama dua tahun dari wilayah tersebut.
"[Rusia] menggunakan mereka sebagai sandera dan memberikan lebih banyak tekanan politik pada Ukraina," bunyi pernyataan Kementerian Ukraina, seperti dikutip Associated Press, Jumat (25/3).
Sementara itu, Kremlin menyatakan pihaknya memang mengevakuasi warga Ukraina dengan kisaran jumlah yang hampir serupa dengan klaim Kyiv.
Namun, mereka mengklaim para warga sipil itu berasal dari wilayah Donetsk dan Luhansk yang sebagian besar warganya berbahasa Rusia. Mereka juga mengatakan bahwa para warga memang ingin pergi ke Rusia.
Sementara itu, perang antara Rusia dan Ukraina masih terus berkecamuk setelah satu bulan. Korban warga sipil pun terus berjatuhan.
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, terus meminta warganya untuk bertahan dan tak menyerah di bawah tekanan Rusia. Ia optimistis Ukraina kini sudah semakin dekat dengan kemenangan.
"Dengan pertahanan kami setiap hari, kami semakin dekat dengan kedamaian yang sangat kami butuhkan. Kita tidak bisa berhenti bahkan untuk satu menit, karena setiap menit menentukan nasib kita, masa depan kita, apakah kita akan hidup," ujar Zelensky.
(blq/has/asa)