Taliban menutup sekolah menengah bagi perempuan. Kabar ini tersiar ketika Taliban mulai membuka pembelajaran tatap muka pada Rabu (23/3) lalu.
Menurut laporan Reuters, di hari itu para siswi berdatangan ke sekolah, tapi mereka terpaksa pulang karena aturan baru tersebut.
Taliban tak memberikan informasi lebih lanjut kapan sekolah akan dibuka kembali.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pelarangan sekolah itu menuai kecaman dari pihak internasional, lembaga kemanusiaan, dan kelompok hak asasi manusia.
Pada awal Januari lalu, Taliban dilaporkan meminta penjual toko pakaian di Afghanistan untuk memotong kepala patung maneken yang biasa dipakai untuk memamerkan barang dagangan.
Kementerian Promosi Kebaikan dan Pencegah Kejahatan membuat aturan itu di Provinsi Herat.
The Independent melaporkan, kepala pepartemen lokal kementerian itu, Aziz Rahman, memandang maneken merupakan bagian dari patung dan menuduh orang yang memuja benda itu melanggar hukum Islam.
Aktivis dan para perempuan yang disebut membangkang terancam dibui di rezim Taliban.
Peringatan itu muncul pada Januari lalu, saat publik khawatir karena dua aktivis perempuan menghilang.
Namun, juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, membantah ada aktivis perempuan yang ditahan anggotanya.
Sementara itu, sejumlah perempuan kerap menggelar protes tak lama usai Taliban berkuasa, meski sudah ada larangan.
Mujahid mengatakan, pihak berwenang berhak menangkap dan menahan mereka yang dianggap membangkang.
"Jika ini terjadi di negara lain, orang-orang seperti itu akan ditangkap. Kami tidak mengizinkan kegiatan yang salah," tutur Mujahid, dikutip AFP.
(isa/has)