Rusia disebut mengirimkan puluhan ribu warga di Kota Mariupol, Ukraina, ke sebuah "kamp penyaringan" di Donetsk, wilayah timur yang telah lama dikuasai kelompok separatis.
Kabar ini disampaikan oleh pemerintah Ukraina, pemantau hak asasi manusia, dan beberapa pejabat AS.
Dewan Keamanan Mariupol menyatakan alih-alih menjamin koridor kemanusiaan dan jalur evakuasi warga sipil aman dari gempuran, Rusia terus membombardir kota pelabuhan itu sejak awal Maret.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rusia lantas disebut hanya memberikan warga sipil di Mariupol satu pilihan, mengungsi ke Rusia atau mati.
Dewan tersebut mengatakan Rusia juga mendirikan kamp penyaringan di Donetsk sebelum mengirim warga ke Rusia. Mereka menilai kegiatan itu dilakukan untuk menutupi dugaan kejahatan perang di kota tersebut.
"Penjajah [Rusia] mencoba mengidentifikasi seluruh saksi mata potensial atas kekejaman mereka lewat kamp penyaringan, kemudian menghancurkan mereka," demikian pernyataan dewan keamanan tersebut.
Sementara itu, Wakil Perdana Menteri Ukraina, Iryna Vereschuk, memprediksi ada sekitar 45 ribu warga Ukraina yang dipaksa mengungsi ke Ukraina kesejak invasi dimulai.
Meski demikian, CNN belum dapat memverifikasi klaim ini.
Keberadaan kamp penyaringan ini membangkitkan ingatan sedih, kala pemimpin Uni Soviet, Joseph Stalin, memaksa jutaan orang Tatar Crimea pergi dari rumah mereka ke bagian-bagian pinggiran Soviet saat Perang Dunia II.
Pasukan Rusia juga menggunakan sistem "kamp penyaringan" saat menginvasi Chechnya, wilayah barat daya Rusia yang didominasi Muslim, sekitar medio 1990-an. Saat itu, kelompok HAM mendokumentasikan pelanggaran besar-besaran termasuk penyiksaan, penyanderaan, hingga pembunuhan di luar hukum.
"Saya tidak perlu menjelaskan apa yang disebut 'kamp filtrasi' ini. Ini mengerikan dan kita tidak bisa berpaling," kata Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield.
Greenfield mengutip laporan yang kredibel soal kamp penyaringan Rusia ini, termasuk dari Dewan Kota Mariupol. Ia mengatakan laporan itu memaparkan agen Layanan Keamanan Federal Rusia (FSB) menyita paspor dan ID, mengambil ponsel, dan memisahkan keluarga warga Ukraina dari satu sama lain.