Hakim Pengadilan Israel, Zion Sahrai, memutuskan tiga pemuda Yahudi yang beribadah di kompleks Masjid Al-Aqsa tidak bersalah, Senin (23/5).
Keputusan itu menentang status quo yang selama ini diterapkan Israel demi menghindari konflik di situs suci tersebut.
Lihat Juga : |
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, kepolisian menuding ketiga orang tersebut melanggar kesepakatan keamanan selama ini, di mana Israel melarang umat Yahudi berdoa di kompleks Masjid Al-Aqsa.
Polisi pun menghukum ketiga umat Yahudi itu dengan melarang mereka memasuki wilayah Yerusalem selama 15 hari.
Namun, Hakim Sahrai berpendapat bahwa tindakan tersebut tidak melanggar kesepakatan status quo kompleks Masjid Al-Aqsa.
"Berdasarkan pendapat saya, tidak mungkin untuk mengatakan bahwa menunduk dan melantunkan doa, dalam kasus yang dihadapkan pada saya, menimbulkan kecurigaan yang beralasan terkait perilaku yang dapat berujung pada pelanggaran hukum perdamaian," ujar Sahrai, dikutip dari CNN.
Sahrai juga menekankan keputusannya ini tidak boleh dianggap sebagai keputusan atas hak Yahudi untuk berdoa di area tersebut.
"Saya tidak bisa menetapkan keputusan saya tanpa mengklarifikasi bahwa itu tak mengganggu tugas polisi menjaga keamanan publik di Temple Mount (situs suci umat Yahudi yang berada di kompleks Al-Aqsa) secara umum, atau bahkan menjadi ketetapan terkait kebebasan beribadah di Temple Mount. Soal itu (izin umat Yahudi beribadah di kompleks Al-Aqsa) tidak dibahas dalam keputusan ini," tuturnya.
Sementara itu, Kantor Perdana Menteri Israel menekankan bahwa tidak ada perubahan terkait status quo aturan beribadah di kompleks Al-Aqsa. Umat Yahudi tetap dilarang beribadah di area tersebut.
"Putusan pengadilan hanya berfokus pada kasus ketiga pemuda Yahudi dan tidak termasuk ketetapan lebih luas terkait kebebasan jemaat di Temple Mount," demikian pernyataan kantor Bennet.
Namun, Komite Islam-Kristen Yerusalem memperingatkan keputusan pengadilan itu merupakan pelanggaran atas kesepakatan di situs suci tersebut.
"Keputusan Israel menimbulkan revolusi melawan Status Quo di Masjid Al-Aqsa dan menimbulkan situasi baru yang memberikan jalan bagi legalisasi keberadaan umat Yahudi di Masjid Al-Aqsa," kata badan tersebut.
Kesepakatan Status Quo di Masjid Al-Aqsa dibuat sejak pemerintahan Ottoman. Dalam kesepakatan itu, hanya umat Muslim yang boleh berdoa di dalam kompleks Masjid Al-Aqsa.
Israel dan beberapa negara setuju untuk menjaga kesepakatan tersebut setelah Tel Aviv menguasai kompleks itu pada perang 1967.
Meski demikian, beberapa kelompok nasionalis Yahudi telah lama menginginkan akses ke Temple Mount untuk beribadah. Muncul pula beberapa kasus pengunjung Yahudi yang berdoa di area sengketa itu, dan berujung pada kemarahan pihak berwenang Muslim, hingga pengusiran oleh kepolisian Israel.