Pemerintah Jerman sepakat akan mengeluarkan anggaran US$107 miliar atau sekitar Rp1.556 triliun untuk memodernisasi militer karena khawatir ancaman Rusia.
Kesepakatan itu tercapai pada Minggu (29/5) malam waktu setempat di tengah invasi Rusia di Ukraina yang masih berlangsung. Kesepakatan tersebut dibuat untuk menciptakan dana khusus pengadaan militer Berlin.
Perjanjian tersebut juga akan memungkinkan Jerman mencapai target Aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan mengeluarkan 2 persen dari PDB untuk pertahanan, rata-rata selama beberapa tahun," menurut teks perjanjian yang diperoleh AFP.
Dana luar biasa itu akan dibiayai utang tambahan. Dengan demikian, Jerman perlu menghindari aturan 'rem utang; yang diabadikan dalam konstitusi dan membatasi pinjaman pemerintah.
Hal tersebut juga menjadi alasan pemerintahan Jerman yang dipimpin Kanselir Olaf Scholz memerlukan dukungan dari pihak oposisi untuk mengantongi dua per tiga suara di parlemen.
Adapun anggaran tersebut akan dibayar dalam dana khusus di luar bujet pemerintah Jerman.
Pelepasan dana untuk militer merupakan langkah besar bagi Jerman. Dalam beberapa tahun terakhir, negara ini disebut mengurangi anggaran pengeluaran Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Sebagai informasi, sejak akhir Perang Dingin pada awal dekade 1990an silam, Jerman mengurangi jumlah tentaranya secara signifikan. Dari sekitar 500 ribu pada 1990 menjadi hanya 200.000 saat ini.
Pada Desember lalu, menurut laporan soal pengadaan militer, kurang dari 30 persen kapal angkatan laut Jerman yang beroperasi penuh.
Selain itu, banyak pesawat tempur negara itu yang tidak layak terbang. Namun, invasi ke Ukraina telah menyentak Jerman sejak kengerian era Nazi.
Sebagai catatan, pada 27 Februari atau tiga hari usai Rusia menginvasi Ukraina, Scholz bersumpah menyediakan bujet 100 miliar euro untuk mempersenjatai kembali militer Jerman dan memodernisasi persenjataan yang usang selama beberapa tahun ke depan.
Meski demikian, sejak saat itu para kritikus menuduh Scholz ketar-ketir dalam mendukung Ukraina. Ia juga dianggap gagal mengambil tindakan nyata terkait pengiriman senjata.