Peneliti dari Starling Lab, sebuah pusat penelitian yang berafiliasi dengan Universitas Stanford dan USC Shoah Foundation menyerahkan bukti 'kejahatan perang' Rusia atas Ukraina.
Berkas tersebut diserahkan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) pada Jumat (10/6) yang digelar untuk menyelidiki tuduhan kejahatan perang di Ukraina setelah invasi Rusia dalam beberapa bulan terakhir.
Berkas yang diserahkan bukanlah dokumen persidangan pada umumnya. Starling menampilkan informasi digital yang tersebar di publik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Informasi itu telah disimpan dan diverifikasi menggunakan mekanisme blockchain yang menjadi basis dari teknologi cryptocurrency. Ini menjadi pertama kalinya blockchain sebagai alat bukti di pengadilan mana pun.
"Kami percaya bahwa penggunaan teknologi ini secara unik tepat dan kuat dalam skenario ini," Jonathan Dotan, direktur sekaligus pendiri Starling mengutip dari CNN, Jumat (10/6).
Dotan menyebut 'setoran bukti' ke ICC tersebut bertujuan untuk membangun "lapisan kepercayaan" tambahan dalam proses peradilan.
Lebih lanjut Dotan menjelaskan blockchain adalah buku besar data yang didistribusikan di seluruh jaringan komputer. Menurutnya, data tersebut lebih sulit untuk diretas atau dimanipulasi.
Hal itu berbeda dengan informasi digital lain seperti unggahan Twitter yang bisa dihapus atau hilang jika pusat penyimpanan berhenti beroperasi.
Untuk itu, Dotan mampu menghasilkan sejumlah informasi online yang berharga tentang invansi Rusia ke Ukraina. Semua itu berkat pertukaran informasi di ponsel.
Seperti foto yang beredar pada awal Maret lalu. Seorang pengguna Telegram mengunggah foto reruntuhan di sebuah sekolah di pinggiran Kharkiv, Ukraina.
Foto menunjukkan sisi ruang kelas dengan lubang ledakan besar dan tumpukan puing-puing termasuk meja dan kursi. Hal itu melanggar hukum internasional yang melarang serangan yang disengaja terhadap fasilitas pendidikan.
Saat foto tersebut beredar di publik, Moskow membantah telah menargetkan warga sipil di Ukraina. Padahal, reportase investigasi CNN menemukan setidaknya 13 dari 16 lokasi di Kharkiv dikonfirmasi terkena rudal Rusia pada pekan pertama invansi Rusia. Termasuk di antaranya adalah sekolah, bangunan tempat tinggal, dan toko.
Terkait itu, Starling Lab memberika bukti yang berbeda lewat temuan bukti-buti digital, sehingga mereka yakini bisa jadi peluang di dalam persidangan untuk menjatuhkan sanksi bagi Rusia.
Kendati menjanjikan, profesor hukum internasional di Geneva Graduate Institute dan pakar hukum hak asasi manusia Andrew Clapham melihat cara ini memiliki sejumlah tantangan mengingat kurangnya protokol untuk melestarikan bukti digital.
"Ini adalah konflik pertama di mana begitu banyak bukti media sosial ini tampak seolah-olah akan memainkan peran," kata Andrew Clapham.
Menurutnya informasi yang salah dan kebohongan juga mempersulit pengadilan untuk memilah-pilah informasi dari jagat maya yang nyata dan yang tidak. Pasalnya, pihak yang bersalah tentunya berusaha mengaburkan catatan kejahatan mereka.
Dotan menegaskan i situlah dunia kripto berperan dalam memverifikasi informasi.
"Seiring peristiwa terus bergeser di lapangan, seiring dengan berkembangnya jaringan pengetahuan, sangat penting untuk menggunakan alat ini untuk menjamin informasi ini," katanya.