4 Kontroversi Gereja Unifikasi di Kasus Abe: Cuci Otak-Palak Jemaat
Gereja Unifikasi menjadi sorotan setelah terseret kasus pembunuhan mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe.
Pelaku pembunuhan Abe, Tetsuya Yamagami, mengaku menembak mati sang eks PM Jepang karena dendam dengan Gereja Unifikasi yang disebut terkait dengan keluarga eks PM Jepang tersebut.
Gereja Unifikasi mengonfirmasi bahwa ibu Yamagami merupakan anggota kelompok tersebut. Namun, pihak gereja tak memberikan detail terkait berapa donasi yang diberikan ibu Yamagami.
Gereja yang juga dikenal sebagai Federasi Keluarga untuk Perdamaian Dunia dan Unifikasi itu didirikan pada 1954 di Korea Selatan oleh pemuka agama Moon Sun-myung. Moon mengaku mendapat ilham dari Tuhan dan memproklamirkan diri sebagai mesias.
Gereja Unifikasi terkenal akibat sejumlah ajarannya yang nyentrik, salah satunya konsep taaruf. Yakni menjodohkan para pengikutnya di momen pertama bertemu dan menikahkan mereka secara massal.
Berikut beberapa kontroversi yang menyelimuti Gereja Unifikasi:
1. Gelar Nikah Massal saat Pandemi
Gereja Unifikasi melakukan pernikahan dalam skala besar sebagai salah satu cara untuk memenuhi tujuan penciptaan, dikutip dari Britannica.
Para pengikutnya percaya pernikahan merupakan salah satu cara membangun Kerajaan Allah di Bumi.
Pada 2020, sekitar 30 ribu orang dari 64 negara, termasuk pasangan yang sudah dan belum menikah, ikut serta dalam acara pernikahan massal di Pusat Perdamaian Dunia Cheongshim di Provinsi Gyeonggi. Acara tersebut disiarkan langsung secara global.
Saat itu, pernikahan massal diikuti 6.000 pasangan. Banyak dari mereka berasal dari berbagai negara di dunia hanya untuk bertemu dengan calon pasangan sehidup semati untuk pertama kali langsung di hari pernikahan mereka.
Sebagaimana diberitakan ABC News, hampir semua orang yang menikah dalam pernikahan massal ini dijodohkan oleh Moon.
Tak hanya itu, orang yang dijodohkan oleh gereja harus bersumpah bahwa mereka perawan. Setelah menikah, pasangan juga tidak boleh melakukan hubungan seksual selama minimal 40 hari.
Di Jepang, jaringan 300 pengacara telah menggugat gereja karena praktik kontroversialnya dan mendesak politikus Jepang termasuk Abe yang terikat organisasi itu untuk berhenti mendukung gereja tersebut.
Dalam petisi tahun lalu, para pengacara menuduh gereja menindas hak asasi manusia para pengikutnya, memecah hingga menghancurkan keluarga, dan menyebabkan "efek buruk yang serius" pada masyarakat Jepang.