Profil Slahi Penulis Buku Guantanamo Diary yang Kini Jadi Film
Cerita mantan tahanan di penjara Guantanamo, Mohamedou Ould Slahi, The Mauritanian, kini sedang tayang di bioskop Indonesia.
Slahi sempat dikurung di Guantanamo pada 2002. Ia kemudian bebas pada 17 Oktober 2016.
Slahi bebas setelah sidang bersama Dewan Peninjau Berkala (PRB), sebuah panel cabang eksekutif yang secara teratur meninjau penahanan lanjutan dari tahanan Guantánamo, pada 2 Juni.
Salah satu bukti adalah surat dukungan yang diserahkan mantan penjaga militer AS di Guantanamo ke Slahi.
"Saya merasa bahagia dan berhutang budi ke orang-orang yang bersolidaritas untuk saya. Saya belajar bahwa kebaikan adalah multinasional, multikultural, dan multietnis," kata Slahi setelah bebas dikutip ACLU.
Salah satu pengacara Slahi, Nancy Hollander, mengatakan pembebasan tersebut merupakan akhir mimpi buruk kliennya.
"Setelah melalui bertahun-tahun, dia tak ingin apapun kecuali berkumpul kembali dengan keluarganya. Kami sangat berterima kasih kepada semua orang yang membantu mewujudkan hari ini," ujar Hollander.
Di tengah masa penjara itu, ia menulis buku terkait kondisi di tahanan dengan judul, "Guantanamo Diary." Buku ini kemudian dialihwahanakan menjadi film berjudul "The Mauritanian."
Dalam buku memoarnya itu, Slahi mengaku mengalami penyiksaan dan tak mendapat proses peradilan. Kesaksian dia semakin menguatkan dugaan para tersangka teroris yang mengaku tak mendapat keadilan di penjara Guantanamo.
"Mereka memasukkan sejumlah es batu ke dalam pakaian saya. Es batu itu memenuhi tubuh saya, dari leher hingga pergelangan kaki. Setiap kali es mencair, mereka memasukkan es batu yang baru," demikian salah satu cuplikan kisah di buku itu.
Dalam memoar itu pula, Slahi mengaku dipaksa berhubungan seksual dengan tiga perempuan petugas interogasi. Ia diminta melakukan hubungan seksual ala Amerika yang disebut great American Sex.
"Jika Anda mau bekerja sama, saya akan berhenti melecehkan Anda. Kalau tidak, saya akan melakukan ini kepada Anda setiap hari, dan akan lebih buruk. Berhubungan seks dengan seseorang tak dianggap sebagai penyiksaan," kata petugas interogasi perempuan yang tertulis di buku.
Selain itu, ia juga bercerita petugas di Guantanamo pernah menelanjangi dirinya sebelum dikirim ke militer AS.
"Di sekitar bagian pribadi saya, salah satu dari timi memakaikan saya pokok. Saat itu saya yakin, saya akan menuju ke AS dan meyakinkan diri semuanya akan baik-baik saja," tulis Slahi.
Pada 2010 lalu, salah satu hakim federal AS memutuskan pemerintah Washington tak bisa melanjutkan penahanan Slahi karena kurang bukti. Namun, Slahi tetap dibui usai pemerintah menolak banding darinya.
Sehari usai terbit, buku Slahi panen pujian dari para kritikus.
Pemerintah AS sempat menyatakan naskah buku Slahi masuk dalam dokumen rahasia. Namun, Organisasi American Civil Liberties Union (ACLU) kemudian membantu mendapat naskah melalui proses penyuntingan pada 2012.
Slahi bergabung dengan kelompok pemberontak di Afghanistan pada dekade 1990-an. Militer Amerika Serikat menahan dia atas dugaan perencanaan terhadap pengeboman di bandar udara Los Angeles, tak lama setelah serangan 11 September (9/11).
Sebelum ke Guantanamo, Slahi terlebih dahulu dikirim ke penjara di Yordania dan Afghanistan.
AS juga menyatakan Slahi turut membantu merekrut pembajak 9/11, namun tak pernah mengajukan tuntutan secara resmi.
Slahi lahir di Mauritania pada 1970. Ia lalu mendapatkan beasiswa untuk kuliah di Jerman. Pada awal 1990-an, Slahi berperang dengan Al-Qaeda, yang saat itu bagian dari perlawanan anti-komunis Afghanistan yang didukung AS.
Satu-satunya hakim federal yang telah meninjau semua bukti dalam kasusnya mencatat bahwa Al-Qaida saat itu sangat berbeda dari wajah saat ini.
Slahi bekerja di Jerman selama beberapa tahun sebagai teknisi dan kembali ke Mauritania pada 2000.
Tahun berikutnya dia ditahan otoritas Mauritania dan dijebloskan AS ke penjara di Yordania.
Kemudian AS menyerahkan ke pemerintahan lagi. Pertama, Slahi dibawa ke Pangkalan Angkatan Udara Bagram di Afganistan dan akhirnya ke penjara di Teluk Guantanamo, pada Agustus 2002.
Slahi merupakan salah satu dari dua tahanan yang disebut "Proyek Khusus." Sehingga perlakuan brutal terhadap dirinya mendapat persetujuan dari Menteri Pertahanan AS era 2001-2006, Donald Rumsfeld.
Ia mendapat perlakukan pelecehan termasuk pemukulan, isolasi ekstrim. Kondisi Slahi disebut mengenaskan. Ia kurang tidur, tertekan, dan terancam.
(isa/bac)