17 Tahun Perjanjian Helsinki, Kisah Unik di Balik 'Rujuk' GAM-RI

CNN Indonesia
Rabu, 17 Agu 2022 05:00 WIB
Agustus tahun ini menjadi peringatan ke-17 tahun perjanjian Helsinki yang berisi soal perdamaian antara pemerintah Indonesia dan GAM.
Foto ilustrasi Bendera GAM. (AFP/HOTLI SIMANJUNTAK)
Jakarta, CNN Indonesia --

Agustus tahun ini menjadi peringatan ke-17 tahun perjanjian Helsinki yang berisi soal perdamaian antara pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Pada 1976, Aceh sempat bergejolak karena GAM ingin memisahkan diri dari Indonesia. Namun, pemerintah menolaknya, mereka bahkan sempat mengerahkan militer guna meredam keinginan itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hingga pada 2005, Wakil Presiden saat itu, Yusuf Kalla (JK) membuka inisiasi perundangan antara pemerintah Indonesia dan GAM.

Sebelum mereka berunding, JK sempat meminta ke salah satu delegasi yang juga Menteri Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia RI periode 2004-2007, Hamid Awalludin.

"Pesan Pak JK di perundingan harus sejajar. Jangan kau mewakili pemerintah dan mereka [dianggap] pemberontak jangan kau paksakan mereka," jelas Hamid dalam peringatan 17 tahun Aceh damai di Jakarta, Senin (15/8).

[Gambas:Video CNN]

Acara itu diselenggarakan Diaspora Global Aceh di Gedung Tri Gatra, Lembaga Pertahanan Nasional, RI.

Hamid kemudian bercerita beberapa kisah di balik tiap-tiap perundingan yang berlangsung antara kedua pihak.

Dalam putaran pertama, katanya, penuh dengan cacian. Di suatu waktu delegasi RI yang lain, Sofyan Djalil, menggambarkan tsunami yang menerjang Aceh satu bulan sebelum perundingan berlangsung.

Sofyan, lanjut Hamid, bahkan sampai meneteskan air mata. Namun, gayung tak bersambut. Alih-alih bersimpati, GAM malah melontar komentar sinis.

"Air matamu cukup di Jakarta, jangan dibawa ke sini," kata Hamid mengingat masa itu.

Sofyan Djalil dalam satu kesempatan bahkan pernah dituduh pengkhianat Aceh oleh GAM. Pasalnya, penguasaan bahasa di antara delegasi kelompok itu tak sama. Sehingga, jika akan membicarakan sesuatu, mereka akan pindah ke ruang lain terlebih dahulu.

"Saya bangga disebut traitor [pengkhianat], tapi kalau Republik Indonesia menyebut saya traitor saya akan marah," kata Sofyan dalam acara itu.

Di putaran kedua, tanda-tanda damai akan tercapai mulai terlihat. Ketika itu, Hamid berjalan-jalan bersama salah satu delegasi GAM, Malik Mahmud.

Dalam momen itu hujan turun. Hamid tak membawa mantel, Mahmud lalu menutupinya dengan mantel yang ia bawa.

Di tengah rintik hujan dan konflik di Aceh yang menyala, mereka membahas soal anak. Mahmud, bahkan sempat menyeka matanya usai air mata tetiba mengalir.

"Saya rindu rumah, saya rindu anak perempuan saya," kata Hamid menirukan Mahmud.

Seketika Hamid tercengang. Tak lama, ia menelepon JK memberi kabar itu. Selama perundingan berlangsung eks Wapres itu memang meminta agar Hamid memberi kabar apa saja yang berkaitan dengan negosiasi itu.

Hamid bercerita ke JK, ia melihat Mahmud menangis. JK sebetulnya geram ketika itu. Menurutnya, kabar soal Mahmud menangis tak berkelindan dengan upaya negosiasi.

Namun, JK tampak bersemangat ketika Hamid menirukan pernyataan Mahmud yang menyebut untuk mencapai proses damai karena ia rindu kampung halaman dan keluarga.

"Oh itu benar penting. Kita pasti damai karena dia sudah rindu rumah," tiru Hamid menyoal respons JK.

Ia kemudian berceloteh, "Pak JK air mata itu memang penting, Pak."

Berlanjut ke halaman berikutnya...

Cerita Unik di Balik Perjanjian GAM-RI

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER