Sederet kabar meramaikan berita internasional Senin (15/8), mulai dari Korea Selatan mulai membujuk Korea Utara setelah diancam nuklir hingga Presiden Vladimir Putin siap mempersenjatai sekutu Rusia.
Korea Selatan mulai "membujuk" Korea Utara setelah negara pimpinan Kim Jong Un itu mengancam memusnahkan tetangganya dengan nuklir.
Presiden Yoon Suk Yeol membujuk Korut dengan menawarkan bantuan skala besar jika mau menyetop program nuklirnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengaku sudah menyiapkan detail bantuan tersebut, di antaranya terkait pangan hingga energi untuk memodernisasi infrastruktur, seperti pelabuhan, bandara, dan rumah sakit.
Meski demikian, pengamat menganggap kemungkinan Korut mau menerima tawaran ini sangat kecil.
Arab Saudi mengizinkan pemegang visa turis di negara itu untuk mengikuti ibadah Umrah mulai tahun ini demi menyedot lebih banyak pengunjung sesuai target Visi 2030.
Kementerian Urusan Haji dan Umrah Saudi mengumumkan bahwa kelonggaran ini berlaku untuk pemegang visa dari 49 negara, termasuk Amerika Serikat dan Inggris, juga pemilik visa Schengen.
Saudi Gazette melaporkan bahwa warga dari 49 negara itu bisa langsung mendaftarkan diri melalui portal Visit Saudi Arabia. Selain itu, mereka juga bisa langsung mengurus visa turis setibanya di Saudi.
Dengan sistem baru ini, warga dari 49 negara itu bisa bisa mendapatkan visa yang berlaku hingga 12 bulan tanpa pengajuan izin terlebih dulu. Namun, mereka harus memiliki paspor elektronik.
Presiden Vladimir Putin menyatakan bahwa Rusia siap memberikan senjata canggih ke beberapa negara sekutunya di Amerika Latin, Asia, dan Afrika.
"[Kami] siap menawarkan senjata tipe paling canggih ke sekutu kami, dari senjata kecil hingga kendaraan lapis baja dan artileri untuk pertempuran udara dan kendaraan tanpa awak," kata Putin, seperti dikutip Reuters.
Kabar ini datang di tengah rumor Putin bakal memulai perang di Moldova jika pasukan Rusia bisa tiba di Transnistria.
"Bahkan sebelum mereka selesai di Ukraina, jika mereka mencapai Transnistria dalam prosesnya, mereka bakal memulai perang di sana," kata ahli sejarah geopolitik Rusia, Yuri Felshtinsky, kepada Express UK, dikutip dari Newsweek.
(has)