Kematian Ratu Elizabeth II dan Kritik soal Kolonialisme Inggris

CNN Indonesia
Sabtu, 10 Sep 2022 11:57 WIB
Ratu Elizabeth II kerap dianggap sebagai simbol kolonialisme Inggris. (AP/Mahmoud Illean)
Jakarta, CNN Indonesia --

Berita kematian Ratu Elizabeth II pada Kamis (8/9) memicu kesedihan jutaan orang di dunia. Namun, kabar ini juga menghidupkan kembali kritik terhadap kolonialisme Inggris.

Beberapa pihak melihat ia sebagai simbol kerajaan kolonial Inggris, sebuah institusi yang memperkaya diri melalui kekerasan, perampasan, dan penindasan.

Di masa lalu, Inggris menjajah banyak negara. Negara ini bahkan menjadi Kerajaan yang paling banyak menjajah dunia.

Wilayah jajahan Inggris meliputi Amerika Serikat, Kenya, Uganda, Kepulauan Zanzibar, India, Sri Lanka, Bangladesh, dan Pakistan.

Selain itu, mereka juga menjajah Malaysia, Hong Kong, Singapura, Kepulauan Solomon, Indonesia, Brunei Darussalam dan berbagai wilayah Asia yang lain.

Kabar kesehatan Elizabeth yang memburuk juga memicu sinisme dari sejumlah pihak sebelum kematian dia.

"Jika ada yang mengharapkan saya untuk mengungkapkan apapun kecuali penghinaan terhadap raja yang mengawasi pemerintah yang mensponsori genosida membantai dan menggusur setengah keluarga saya," ujar profesor akuisisi bahasa kedua di Universitas Carnegie Mellon, Uju Anya, seperti dikutip CNBC News.

Anya menyebut dirinya sebagai anak penjajah. Ibu dia lahir di Trinidad dan ayahnya di Nigeria. Mereka bertemu di Inggris pada 1950-an.

Kedua orang tua Anya menikah di Inggris dan kemudian pindah ke Nigeria.

"Jadi ada garis keturunan langsung yang saya miliki bukan cuma orang-orang yang dijajah, tetapi juga orang-orang yang diperbudak Inggris," ungkap dia.

Anya juga menyinggung soal penjajahan Inggris di Nigeria dan perbudakan manusia Karibia di masa lalu.

"Selain penjajahan di pihak Nigeria, ada juga perbudakan manusia di Karibia," tuturnya.

profesor perempuan itu juga mengatakan ada banyak penduduk di dunia yang bersuka cita atas kematian Elizabeth.

"Bukan karena ia keji atau dingin, tetapi karena pemerintahannya dan pemerintahan monarki dengan ekstensi penuh kekerasan," kata dia.

Selain Anya, profesor di Sekolah Pendidikan Universitas Michigan, Ebony Thomas, juga melontar kritik.

"Memberitahu orang yang terjajah bagaimana mereka soal kesehatan dan kesejahteraan penjajah mereka seperti memberi tahu orang-orang bahwa kita harus menyembah Konfederasi," kata Thomas.

Profesor sejarah di Universitas College London, Matthew Smith, menilai kritik itu tak langsung menyasar Elizabeth, tetapi menyoroti monarki Inggris.

"Mereka berpikir monarki Inggris sebagai sebuah institusi dan hubungan monarki dengan sistem penindasan, represi dan ekstraksi tenaga kerja paksa," kata Smith dikutip CNBC News.

Ia kemudian berujar, "khususnya tenaga kerja Afrika, dan eksploitasi sumber daya alam dan sistem kontrol paksa di tempat-tempat ini."

Menurut Smith sistem itu ada di luar pribadi Ratu Elizabeth II.

Elizabeth memerintah saat Inggris menavigasi era pasca-kolonial. Di masa dia, Inggris memulai konsep negara Persemakmuran.

The Conversation bahkan menuliskan Elizabeth II adalah "A New Elizabeth" ditandai dengan dekolonisasi dan hilangnya Kekaisaran. Sementara itu, Elizabeth I merupakan periode ekspansi kolonial, penaklukan dan dominasi.

Lanjut baca di halaman berikutnya...

Mengukuhkan Era Persemakmuran


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :