Pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, menilai protes tersebut berasal dari pendukung elite Politbiro PKC.
Ia menduga ada persaingan elite di tingkat unit strategis partai tersebut.
Lihat Juga : |
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Semua tokohnya memiliki basis massa yang setia dan fanatik. Diperkirakan massa itu berani melakukan demo untuk secara tidak langsung mendukung tokoh yang mereka junjung tinggi," kata Rezasyah kepada CNNIndonesia.com, Senin (17/10).
Namun, dia tak melihat ada potensi perpecahan di tubuh PKC. Secara teori, yang terjadi kerja sama dan persaingan.
"Perpecahan di antara mereka [elite PKC sangat berbahaya, karena berpotensi memundurkan tingkat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pembangunan nasional," ujar Rezasyah lagi.
Pada akhir September lalu, muncul rumor kudeta militer terhadap Xi Jinping. Ketika itu, ia dikabarkan berada di bawah tahanan rumah, demikian dikutip Newsweek.
Di tengah kabar itu, muncul rumor seorang jenderal Tentara Pembebasan Rakyat (PLA), Li Qiaoming, menggantikan Xi.
Pakar pengamat China, Gordon Chang, menilai rumor kudeta itu tak benar. Namun, dia menggarisbawahi ada goncangan di internal PKC.
"Namun, apapun yang terjadi di dalam militer China selama tiga hari terakhir memberi tahu kami ada turbulensi di dalam kepemimpinan senior PKC," kata Chang di Twitter.
Lebih lanjut, ia menerangkan peristiwa tak terduga di China muncul tepat setelah Xi kembali dari Uzbekistan. Xi juga menghilang dari pandangan publik selama berhari-hari.
(isa/bac)