Presiden Joko Widodo membahas masalah Laut China Selatan dan penghormatan hukum internasional di hadapan Perdana Menteri China, Li Keqiang.
Jokowi mengangkat isu itu ketika para pemimpin negara-negara Asia Tenggara sedang menggelar pertemuan dengan Li di sela konferensi tingkat tinggi (KTT) ASEAN di Kamboja, Jumat (11/11).
Dalam pertemuan itu, Jokowi menegaskan bahwa perdamaian dan stabilitas kawasan harus dijaga dan konflik tak boleh terjadi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebagai negara besar di kawasan, RRT [China] punya tanggung jawab untuk ikut menciptakan situasi kondusif," kata Jokowi dalam unggahan di Instagram usai pertemuan tersebut.
Ia kemudian menuliskan, "Dan itu hanya bisa dicapai dengan membangun strategic trust dan penghormatan terhadap hukum internasional."
Dalam pernyataan resmi Sekretariat Kepresidenan, Jokowi juga mengatakan bahwa kepercayaan dan penghormatan terhadap hukum internasional, termasuk UNCLOS, harus menjadi pegangan bersama.
"Kedua hal ini harus menjadi pegangan kita dalam mengelola rivalitas di kawasan dan menyelesaikan isu Laut China Selatan. Jika ini dapat kita bangun, maka kita dapat mewujudkan kawasan Indo-Pasifik sebagai epicentrum of growth," kata Jokowi.
Selain itu, Jokowi juga menggarisbawahi dua masalah lainnya dalam pertemuan ASEAN-China ini, salah satunya ketahanan pangan.
"Dengan lebih dari 2 miliar penduduk, menjamin ketersediaan dan keterjangkauan pangan merupakan tugas berat bagi ASEAN dan RRT," kata Jokowi.
Lebih jauh, Jokowi juga menyoroti masalah stabilitas finansial kawasan.
"Ancaman resesi merupakan tantangan besar bersama dan di tengah situasi sulit seperti ini, justru kerja sama harus semakin erat," tutur Jokowi.
Ketahanan pangan dan resesi memang menjadi fokus Jokowi belakangan ini. Kedua isu tersebut juga diperkirakan bakal menjadi fokus dalam KTT G20.
Usai ke Kamboja, Jokowi akan melanjutkan perjalanan ke Bali untuk menghadiri KTT G20 pada 15-16 November.