Di tahun 2017 pula, badan kontraterorisme India mengajukan pengaduan resmi terhadap Naik. Mereka menuduh penceramah ini mempromosikan kebencian agama dan kegiatan yang melanggar hukum.
Menurut laporan Deutsch Welle, Naik dituding mendapat aset kriminal senilai UUS$28 juta untuk membeli properti dan membiayai acara yang dianggap provokatif.
Ia pun menjadi buron di India. Naik lalu mencari suaka dan pindah ke Malaysia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak lari ke Malaysia, Naik diduga menerima dana untuk yayasannya, Yayasan Penelitian Islam (IFR), dari Qatar, Turki, hingga Pakistan.
Saat Naik tur ceramah di Indonesia, ia mengatakan warga harus memilih pemimpin yang Muslim.
Pernyataan itu mencuat ketika Zakir mengutarakan pandangannya soal Surat Al Maidah ayat 51 di Gedung DPR/MPR, Jakarta, pada 2017 lalu.
Naik mengatakan Muslim hanya boleh meminta perlindungan kepada Allah dan orang-orang yang beriman kepada-Nya.
"Jika ada pilihan pelindung Muslim atau non-Muslim, Alquran mengatakan, pilih yang Muslim. Jika tidak, Allah tidak akan memberi pertolongan," ujar Naik.
Di tahun 2017, Indonesia tengah bergejolak usai calon sekaligus petahana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahjo Purnomo (Ahok) menyinggung ayat tersebut dan berujung pada status tersangka penista agama.
Naik juga pernah menyinggung umat Hindu sebagai minoritas di Malaysia memiliki "hak seratus kali lipat" ketimbang Muslim yang juga merupakan minoritas di India.
Selain itu, ia juga pernah menyatakan etnis China di Malaysia hanya "tamu" dan seharusnya dipulangkan ke negara asal, seperti dikutip Malay Mail.
Masalah ras dan agama merupakan isu yang sensitif di Malaysia.
(isa/bac)