Kemarahan warga China akibat penerapan lockdown Covid-19 di seluruh negeri memuncak menjadi aksi protes di ibu kota Beijing dan Xinjiang, ketika kasus infeksi kembali menorehkan rekor.
Kerumunan orang menutupi jalan pada Jumat (25/11) malam di Urumqi, Xinjiang sambil berteriak 'akhiri lockdown' dan meninjukan tangan ke udara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut penjelasan Reuters, kemarahan warga di Urumqi juga dipicu kematian 10 orang di gedung bertingkat pada Kamis.
Insiden itu viral di media sosial ketika banyak netizen beranggapan kematian mereka karena tak bisa melarikan diri gara-gara gedung itu sebagian lockdown.
Urumqi yang berpenduduk 4 juta orang tengah menjalani lockdown, warga dilarang meninggalkan rumah selama 100 hari.
Sementara itu di Beijing, 2.700 km dari Urumqi, sebagian warga menggelar aksi protes skala kecil dan mengkonfrontasi pejabat lokal atas pembatasan gerakan sosial mereka.
Pejabat di Urumqi menggelar konferensi pers dadakan pada dini hari untuk menyangkal langkah-langkah penanganan Covid-19 telah menghambat pelarian dan penyelamatan warga yang terjebak kebakaran. Meski begitu pengguna internet terus mempertanyakan narasi dari pejabat resmi.
"Api Urumqi membuat semua orang di negara itu marah," kata Sean Li, seorang warga di Beijing.
Dali Yang, seorang ilmuwan politik di University of Chicago, mengatakan komentar dari pihak berwenang bahwa penghuni gedung di Urumqi dapat turun ke bawah untuk melarikan diri kemungkinan akan dianggap sebagai menyalahkan korban dan selanjutnya memicu kemarahan publik.
"Selama dua tahun pertama Covid, orang-orang memercayai pemerintah untuk membuat keputusan terbaik agar mereka aman dari virus. Sekarang orang semakin banyak mengajukan pertanyaan sulit dan waspada dalam mengikuti perintah," kata dia.
(fea)