Jakarta, CNN Indonesia --
Tak hanya soal gegap gempita mencari juara dunia sepak bola, gelaran Piala Dunia Qatar 2022 juga terseret sejumlah isu geopolitik yang saat ini tengah terjadi.
Mulai dari dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia oleh tuan rumah Qatar, gerakan kampanye kaum Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT), dugaan rasisme, hingga perselisihan antarnegara ikut terbawa dalam turnamen olahraga empat tahunan ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut sejumlah insiden politik yang terseret ke gelaran Piala Dunia Qatar 2022:
1. Dugaan Pelanggaran HAM
Dugaan pelanggaran HAM terhadap Qatar muncul setelah The Guardian merilis laporan yang mengungkap lebih dari 6.500 buruh migran dari lima negara meninggal di Qatar sejak negara itu ditetapkan menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022. Ribuan buruh itu diduga meninggal dalam proyek infrastruktur terkait Piala Dunia 2022.
Data itu dihimpun dari berbagai sumber pemerintahan asal para buruh migran tersebut, yakni India, Pakistan, Nepal, Bangladesh, dan Sri Lanka.
Merujuk pada laporan tersebut, ribuan buruh meninggal dunia di Qatar dalam kurun 10 tahun dari 2010 sampai 2020.
Selama periode itu, Qatar sedang melakukan pembangunan besar-besaran untuk mempersiapkan Piala Dunia, salah satunya tujuh stadion baru. Qatar juga membangun sederet infrastruktur lain seperti bandara, jalan, sistem transportasi publik, hotel, hingga satu kota baru.
[Gambas:Video CNN]
2. Gonjang-ganjing Iran
Gelombang penolakan timnas Iran untuk bertanding di Piala Dunia sempat bergelora usai negara Timur Tengah itu dilanda demo besar-besaran akibat kematian Mahsa Amini.
Mahsa Amini merupakan perempuan 22 tahun yang meninggal dunia saat dalam penahanan polisi moral Iran pada September lalu. Amini ditangkap polisi moral setelah dinilai memakai hijab tak sesuai aturan yang berlaku.
Banyak negara di dunia meminta Iran dicoret dari pesta bola dunia 2022. Salah satunya adalah Ukraina yang ngotot ingin menggantikan Iran.
3. Timnas Iran 'Menentang' Rezim Khamenei
Terlepas dari desakan agar Iran tak ikut berlaga di Piala Dunia, the Persian Stars itu tetap berlaga di Piala Dunia 2022.
Momen langka juga terjadi di laga perdana timnas Iran di Piala Dunia 2022 saat melawan Inggris pekan lalu. Dalam pembukaan laga, timnas Iran menolak menyanyikan lagu kebangsaan. Langkah itu dilakukan Timnas Iran sebagai bentuk penentangan mereka terhadap rezim pemimpin tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.
Selain itu, langkah berani itu dilakukan timnas Iran sebagai simbol dukungan terhadap para pedemo yang memperjuangkan keadilan bagi Mahsa Amini dan perempuan Iran secara menyeluruh.
Langkah itu pun membuat Teheran naik pitam. Militer Iran mengancam timnas untuk menyanyikan lagu kebangsaan laga hari ini, Selasa (29/11).
Jika tidak, keluarga mereka bakal dipenjara dan disiksa. Ancaman juga berlaku apabila pemain ikut-ikutan dalam protes politik melawan rezim Teheran.
Buntut aksi itu, timnas juga diawasi secara ketat oleh pasukan militer yang menyusup di antara penonton.
Berlanjut ke halaman berikutnya >>>
4. Undang Zakir Naik
Undangan terhadap penceramah kontroversial Zakir Naik juga menjadi persoalan politis dalam Piala Dunia 2022.
Kabar Zakir Naik diundang berceramah di Qatar itu sempat membuat Qatar dihujani kritik. Sebab Naik dikenal sebagai pendakwah yang keras dan kerap memicu kontroversi.
Ia suka memicu kebencian antar-umat beragama dalam ceramah-ceramahnya. Ia juga pernah mempromosikan kegiatan yang melanggar hukum.
5. Kampanye LGBT
Kampanye LGBTQ+ terus bergaung selama gelaran Piala Dunia 2022 berlangsung di Qatar. Banyak tim negara-negara Barat yang kekeh mengkampanyekan dan membawa simbol dukungan terhadap kaum LGBTQ+ selama gelaran Piala Dunia berlangsung meski dilarang keras oleh tuan rumah.
Qatar secara terbuka memang melarang homoseksualitas di negaranya. Homoseksual diketahui masuk dalam kategori kriminal dengan ancaman penjara hingga tiga tahun di Qatar.
Oleh sebab itu, penyelenggara Piala Dunia 2022 pun melarang atribut yang terasosiasi dengan LGBT. Namun beberapa negara ngotot ingin mengenakan atribut LGBT seperti ban kapten.
Persoalan atribut ini lantas membuat FIFA mengingatkan Qatar agar mengizinkan simbol pelangi ada di gelaran Piala Dunia. Padahal semula FIFA ikut melarang penggunaan atribut bernuansa pelangi tersebut.
Namun FIFA tak setuju jika penggunaan simbol pelangi juga diberlakukan kepada suporter yang datang ke stadion.
Buntut larangan ini, sejumlah pemain pun, salah satunya timnas Jerman, melakukan aksi tutup mulut saat berfoto jelang kick-off melawan Jepang beberapa waktu lalu.
Aksi itu dilakukan sebagai bentuk protes kepada FIFA yang melarang mereka memakai ban kapten pelangi 'One Love' sebagai kampanye ramah LGBTQ+ di Piala Dunia 2022.
Dukungan terhadap LGBTQ+ ini juga menyeret Timnas Prancis yang didesak Menteri Olahraga Amelie Oudea Castera melakukan kampanye seperti Jerman.
Castera diketahui mendesak timnas melakukan kampanye LGBTQ+ di Piala Dunia. Namun para pemain menolak desakan tersebut lantaran tak ingin terlibat masalah politik.
Bendera LGBTQ+ juga sempat berkibar saat laga Portugal vs Uruguay hingga menuai kritik dan protes dari sejumlah pihak.
6. Rasisme
Isu rasisme juga digaungkan dalam ajang sepak bola bergengsi itu. Isu ini mencuat usai para suporter Qatar mengangkat poster eks pemain timnas Jerman, Mesut Ozil, sambil berpose tutup mulut.
Para suporter diduga menyindir timnas Jerman yang juga melakukan pose sama untuk mendukung kampanye LGBTQ+.
Mereka menyentil pemain timnas dan official Jerman yang diduga sempat bersikap rasis terhadap Ozil yang merupakan keturunan imigran beragama Muslim.
Ozil dahulu mengaku mengalami intimidasi dan rasialisme karena menyuarakan dukungannya terhadap pergerakan kaum Muslim, mulai dari aksi solidaritas untuk Uighur hingga kedekatannya dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Dia pun memutuskan mundur dari timnas setelah menjadi sasaran pelecehan rasialisme dan dijadikan kambing hitam kala Jerman tersingkir dari Piala Dunia 2018.
7. Permusuhan AS-Iran
Laga Iran vs AS pada Rabu (30/11) dini hari nanti juga turut membawa isu politik dalam gelaran Piala Dunia kali ini menyusul permusuhan sengit antara kedua negara selama ini.
Permusuhan Teheran dan Washington makin terlihat setelah Iran melayangkan protesnya kepada Federasi Sepakbola AS melalui FIFA soal pemasangan bederanya yang dinilai tidak sesuai.
Federasi sepak bola Iran pada Minggu (27/11) mengajukan protes ke FIFA setelah US Soccer menghapus lambang di tengah bendera Iran dalam unggahan media sosial.
Bendera Iran terdiri dari tiga bagian horizontal berwarna merah putih, dan hijau, serta lambang nama Tuhan di tengahnya. Lambang itulah yang dihapus dari bendera Iran dalam unggahan akun US Soccer di Twitter dan Instagram.
"Itu adalah grafik sekali pakai untuk menunjukkan solidaritas dengan para wanita di Iran," kata pejabat komunikasi dari badan sepak bola AS, dikutip dari kantor berita AFP.
Reporter senior Sky Sports News Tim Thornton menjelaskan bagaimana insiden itu memengaruhi konferensi pers pra-pertandingan Iran vs AS pada Senin (28/11), yang menampilkan pelatih Iran Carlos Queiroz, pelatih AS Gregg Berhalter, dan kapten AS Tyler Adams.
"Itu adalah konferensi pers yang sangat aneh dalam banyak hal. Banyak hal terjadi di ruangan itu, banyak orang mengambil video, bukan hanya dari protagonis utama tetapi dari wartawan di sekitar ruangan, foto-foto juga," kata Thornton.
"Ada banyak pertanyaan langsung juga. Agenda utama adalah mempertanyakan Federasi Sepak Bola AS dan keputusan mereka untuk tidak menggunakan bendera Republik Islam Iran di posting media sosial. Gregg Berhalter, pelatih AS, ditanya tentang itu Dia mengatakan itu tidak ada hubungannya dengan dia atau para pemain, mereka tidak menyadari Federasi Sepak Bola AS telah melakukan itu dan bahwa mereka mendukung penuh Iran dan orang-orangnya tetapi baginya fokusnya sangat banyak pada sepak bola.
"Kemudian ada pertanyaan kepada kapten AS Tyler Adams, itu datang dari seorang jurnalis Iran, dan dia bertanya tentang bermain untuk negara di mana dia mengatakan ada rasisme. Dia berbicara tentang Black Lives Matter juga.