
MbS Putra Mahkota, Kenapa Bukan Adik Raja Salman Jadi Penerus Takhta?

Arab Saudi sempat bergejolak jelang Pangeran Mohammed bin Salman (MbS), anak Raja Salman, naik takhta. Suksesi ini menimbulkan pertanyaan mengapa bukan adik raja yang menjadi penerus?
Pada 2017 lalu, Raja Salman menunjuk MbS menggantikan keponakannya, Pangeran Mohammed bin Nayef, sebagai Putra Mahkota. Pangeran bin Nayef sendiri baru dua tahun menjabat sebagai Putra Mahkota.
Namun, sekitar Juni 2017, Raja Salman mencopot Pangeran bin Nayef dari jabatan Putra Mahkota dengan banyak media dan intelijen melaporkan peralihan gelar pewaris takhta itu dilakukan melalui kudeta kejam oleh MbS.
Usai resmi menjadi putra mahkota, MbS terus mengamankan kekuasaan dengan menahan keluarganya yang berpotensi mengancam statusnya sebagai pewaris takhta kerajaan Saudi selanjutnya.
Tak seperti kerajaan pada umumnya, suksesi Raja Saudi atau pengangkatan Putra Mahkota dilakukan sesuai urutan saudara tertua. Jika Kerajaan Inggris menentukan calon raja/ratu berdasarkan garis keturunan keluarga yang berkuasa, maka kerajaan Saudi justru menunjuk penerus takhta berdasarkan saudara tertua.
Menurut laporan Gulfnews, Raja Saudi yang meninggal biasanya digantikan oleh adik, dan begitu seterusnya.
Seorang wartawan yang fokus memantau keluarga kerajaan Saudi selama 30 tahun, Elliot House, mengatakan sebenarnya tak ada hukum tertulis yang mengatur pemilihan raja Saudi di masa depan.
Ia kemudian menjelaskan, raja dan sebagian kecil pendukung pangeran dengan posisi kuat kerap bertemu diam-diam merundingkan dan memutuskan seorang putra mahkota.
"Tak ada yang sepenuhnya yakin bagaimana, dan [apa] kualifikasi yang bisa diketahui bahwa dia, pada dasarnya, berdasarkan usia, menjadi yang paling kompeten untuk memerintah," kata House, seperti dikutip Voice of America.
Untuk mencegah transisi yang berpotensi bergejolak, Raja Abdullah membentuk Dewan Kesetiaan pada 2006.
Berlanjut ke halaman berikutnya >>>