Keanggotaan Rusia di Dewan Keamanan PBB kerap menjadi sorotan terutama bagi Ukraina. Kyiv ragu apakah Rusia masih bisa dianggap sebagai anggota tetap DK PBB lantaran status itu sebelumnya didapat ketika Rusia masih bernama Uni Soviet.
Rusia mendapat kursi Uni Soviet di DK PBB usai mayoritas republik Soviet menandatangani Protokol Alma-Ata pada 1991.
Kesepakatan itu berisi pembubaran Uni Soviet dan pembentukan Persemakmuran Negara-Negara Merdeka (Commonwealth of Independent States/CIS), demikian dikutip Boris Yeltsin Presidential Library.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam kesepakatan itu, Uni Soviet juga setuju Rusia akan mengambil alih kursi mereka di Dewan Keamanan PBB.
Rusia kemudian mengirim surat kepada PBB meminta agar nama Unit Republik Sosialis Soviet (USSR) diubah menjadi Federasi Rusia dan tidak ada lagi yang akan berubah.
Beberapa pihak mempertanyakan legalitas itu. Mereka menilai pembubaran Uni Soviet seharusnya otomatis menyingkirkan keanggotaannya di Dewan Keamanan PBB.
Lihat Juga : |
Seluruh pembahasan bertumpu pada apakah Rusia adalah Negara Pengganti (Successor State) atau Negara Penerus (Continuing State) di bawah hukum internasional.
Pada 1991, Menteri Luar Negeri Rusia Alexander Vladimirovich Yakovenko menyatakan Rusia harus mewarisi kursi anggota tetap bekas Uni Soviet.
Dia menyatakan bahwa Negara Penerus adalah negara baru yang dibentuk dari pembubaran negara yang lama dan tak punya hak atau kewajiban yang berkelanjutan.
Menurut Yakovenko, semua hak dan kewajiban perlu dinegosiasi ulang. Sementara itu, untuk Continuing State adalah bagian terbesar dari suatu negara setelah sebagian kecil memisahkan diri.
Pernyataan itu mempertahankan hak dan kewajiban sebelumnya dari negara lama, termasuk keanggotaan di organisasi internasional dan kedutaan.
Yakovenko kemudian menyimpulkan bahwa Rusia adalah Negara Penerus.
Selain itu, di tahun yang sama tak ada seorangpun yang mempertanyakan keabsahan Rusia karena mereka memiliki senjata nuklir.
Sejumlah negara lain seperti China dan Inggris juga tak mau membuka kembali perdebatan itu.
Inggris menghindari pembahasan keabsahan Rusia di DK PBB karena mereka juga bisa didebat jika Skotlandia mengadakan referendum kemerdekaan dan memisahkan diri.
Untuk mempertahankan kursi DK PBB, Inggris dan Wales kemungkinan besar akan menunjuk memo dan klaim Yakovenko seperti Rusia untuk menjadi Negara Penerus bukan Negara Pengganti.
Sementara itu, China juga enggan memulai diskusi soal kursi keanggotaan PBB. Mereka tak ingin keanggotaanya dipertanyakan karena menyinggung Taiwan.
Pada 1945 hingga 1971 "Kursi China" di PBB dipegang Republik China (Republic of China/ROC) yang kini disebut Taiwan.
Namun, pada tahun 1971, kursi tersebut dialihkan ke Republik Rakyat China (RRC) atau China sekarang yang dipimpin pemerintah Komunis yang berbasis di Beijing. Mereka juga mengklaim memerintah "seluruh China" dan masih memegang hingga sekarang.
"Jadi, mengingat bahwa tiga anggota tetap Dewan Keamanan [seperti] Rusia, Cina, dan Inggris, semuanya kemungkinan mendapat manfaat dari argumen Negara Penerus, harapan Ukraina menghapus Rusia dari Dewan Keamanan tampaknya akan gagal." lanjut KCL.
(isa/rds)