Jakarta, CNN Indonesia --
Ukraina meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menendang Rusia dari anggota Dewan Keamanan dan keanggotaan lain pada awal pekan ini.
Kyiv menilai Rusia tidak pantas menjadi anggota PBB, terlebih anggota tetap Dewan Keamanan PBB, setelah melancarkan invasi ke Ukraina pada Februari lalu. Dalam pernyataan resmi, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Ukraina menyesalkan PBB masih menilai Rusia sah-sah saja menjabat di unit strategis PBB dan keanggotaan lainnya dalam organisasi itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ukraina menyerukan kepada negara-negara anggota PBB untuk melanjutkan penerapan Piagam PBB dalam konteks legitimasi kehadiran Federasi Rusia di PBB, untuk mencabut status Federasi Rusia sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan mengeluarkan (Rusia) dari PBB secara keseluruhan," demikian pernyataan resmi Kemlu Ukraina, seperti dikutip CNN.
Berdasarkan Piagam PBB yang ditandatangani pada 1945, Dewan Keamanan terdiri dari lima anggota tetap dan dan 10 anggota tidak tetap.
Negara yang tergabung menjadi anggota tetap Dewan Keamanan PBB adalah Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Rusia, dan China. Badan ini dianggap menjadi yang paling berpengaruh dalam organisasi karena masing-masing anggota tetap DK PBB punya hak veto yang bisa membatalkan setiap resolusi yang dianggap bertentangan dengan mereka.
[Gambas:Video CNN]
Lalu, apakah PBB bisa memiliki legitimasi mengeluarkan Rusia dari seluruh keanggotaan dalam organisasi itu?
Sebetulnya, tidak ada mekanisme untuk mengeluarkan anggota tetap Dewan Keamanan yang tercantum dalam Piagam PBB. Kata "permanen" berarti selamanya.
Namun, PBB memiliki prosedur mengeluarkan suatu negara dari keanggotaannya. Proses ini akan membutuhkan pemungutan suara Majelis Umum PBB berdasarkan rekomendasi Dewan Keamanan.
"Seorang Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang terus-menerus melanggar Prinsip-prinsip yang terkandung dalam Piagam ini, dapat dikeluarkan dari Organisasi oleh Majelis Umum atas rekomendasi Dewan Keamanan," demikian bunyi Pasal 6 Piagam PBB, dikutip ABC News.
Sejauh ini, cara tersebut belum pernah dilakukan. Di sisi lain, Rusia sebagai salah satu anggota DK PBB punya hak veto di dewan itu.
Dewan Keamanan tak bisa merekomendasikan pemecatan Rusia tanpa persetujuan Rusia. Menurut Universitas King College London (KCL) di Inggris, Negeri Beruang Merah tak akan bisa dikeluarkan dari DK PBB.
"Ini tak akan terjadi. Jadi, Rusia tidak bisa diusir," demikian menurut KCL.
Rusia dinilai tidak sah menjadi anggota tetap DK PBB, baca di halaman berikutnya >>>
Apakah Rusia sah jadi anggota tetap DK PBB?
Keanggotaan Rusia di Dewan Keamanan PBB kerap menjadi sorotan terutama bagi Ukraina. Kyiv ragu apakah Rusia masih bisa dianggap sebagai anggota tetap DK PBB lantaran status itu sebelumnya didapat ketika Rusia masih bernama Uni Soviet.
Rusia mendapat kursi Uni Soviet di DK PBB usai mayoritas republik Soviet menandatangani Protokol Alma-Ata pada 1991.
Kesepakatan itu berisi pembubaran Uni Soviet dan pembentukan Persemakmuran Negara-Negara Merdeka (Commonwealth of Independent States/CIS), demikian dikutip Boris Yeltsin Presidential Library.
Dalam kesepakatan itu, Uni Soviet juga setuju Rusia akan mengambil alih kursi mereka di Dewan Keamanan PBB.
Rusia kemudian mengirim surat kepada PBB meminta agar nama Unit Republik Sosialis Soviet (USSR) diubah menjadi Federasi Rusia dan tidak ada lagi yang akan berubah.
Beberapa pihak mempertanyakan legalitas itu. Mereka menilai pembubaran Uni Soviet seharusnya otomatis menyingkirkan keanggotaannya di Dewan Keamanan PBB.
Seluruh pembahasan bertumpu pada apakah Rusia adalah Negara Pengganti (Successor State) atau Negara Penerus (Continuing State) di bawah hukum internasional.
Pada 1991, Menteri Luar Negeri Rusia Alexander Vladimirovich Yakovenko menyatakan Rusia harus mewarisi kursi anggota tetap bekas Uni Soviet.
Dia menyatakan bahwa Negara Penerus adalah negara baru yang dibentuk dari pembubaran negara yang lama dan tak punya hak atau kewajiban yang berkelanjutan.
Menurut Yakovenko, semua hak dan kewajiban perlu dinegosiasi ulang. Sementara itu, untuk Continuing State adalah bagian terbesar dari suatu negara setelah sebagian kecil memisahkan diri.
Pernyataan itu mempertahankan hak dan kewajiban sebelumnya dari negara lama, termasuk keanggotaan di organisasi internasional dan kedutaan.
Yakovenko kemudian menyimpulkan bahwa Rusia adalah Negara Penerus.
Selain itu, di tahun yang sama tak ada seorangpun yang mempertanyakan keabsahan Rusia karena mereka memiliki senjata nuklir.
Sejumlah negara lain seperti China dan Inggris juga tak mau membuka kembali perdebatan itu.
Inggris menghindari pembahasan keabsahan Rusia di DK PBB karena mereka juga bisa didebat jika Skotlandia mengadakan referendum kemerdekaan dan memisahkan diri.
Untuk mempertahankan kursi DK PBB, Inggris dan Wales kemungkinan besar akan menunjuk memo dan klaim Yakovenko seperti Rusia untuk menjadi Negara Penerus bukan Negara Pengganti.
Sementara itu, China juga enggan memulai diskusi soal kursi keanggotaan PBB. Mereka tak ingin keanggotaanya dipertanyakan karena menyinggung Taiwan.
Pada 1945 hingga 1971 "Kursi China" di PBB dipegang Republik China (Republic of China/ROC) yang kini disebut Taiwan.
Namun, pada tahun 1971, kursi tersebut dialihkan ke Republik Rakyat China (RRC) atau China sekarang yang dipimpin pemerintah Komunis yang berbasis di Beijing. Mereka juga mengklaim memerintah "seluruh China" dan masih memegang hingga sekarang.
"Jadi, mengingat bahwa tiga anggota tetap Dewan Keamanan [seperti] Rusia, Cina, dan Inggris, semuanya kemungkinan mendapat manfaat dari argumen Negara Penerus, harapan Ukraina menghapus Rusia dari Dewan Keamanan tampaknya akan gagal." lanjut KCL.