Peru menutup situs wisata terkenalnya, Machu Picchu, ketika aparat menanggulangi demonstran antipemerintah di ibu kota negara itu, Lima, Sabtu (21/1).
Mengutip dari AFP, sedikitnya ada 400 orang-- termasuk 300 turis asing--terjebak di 'gerbang masuk' situs wisata peninggalan peradaban suku Inca di kota Aguas Calientes itu memohon untuk dievakuasi.
Sebelum penutupan Machu Picchu, layanan kereta api ke lokasi tersebut telah dihentikan karena kerusakan jalur oleh para demonstran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penutupan jaringan jalur Inca dan bentang Machu Picchu telah diperintahkan, karena situasi sosial dan untuk menjaga keselamatan pengunjung," demikian pernyataan resmi Kementerian Kebudayaan Peru.
Menteri Pariwisata Peru, Luis Fernando Helguero mengatakan para turis tak bisa meninggalkan tempat itu karena sejumlah rel penghubung yang dirusak di beberapa tempat.
"Beberapa turis memilih untuk berjalan kaki ke Piscacucho, tapi itu memakan waktu sekitar enam jam atau lebih, dan sangat sedikit orang yang melakukannya," ujar Helguero.
Piscacucho adalah desa terdekat dengan Machu Picchu yang terhubung dengan jaringan jalan raya.
Di ibu kota Peru, Lima, aparat menggunakan kendaraan lapis baca untuk 'mendobrak' gerbang Universitas San Marcos yang diduga menjadi tempat 'perlindungan' para demonstran.
Kemudian pasukan besar aparat menggeledah para penghuni asrama kampus tersebut, dan terkadang memaksa mereka berbaring di tanah saat pemeriksaan.
Dilaporkan banyak yang ditahan dalam operasi 'pendobrakan' tersebut, namun sejauh ini belum diketahui jumlah pasti yang dibawa aparat.
Demo yang mendesak Presiden Peru Dina Boluarte untuk mundur itu telah berlangsung bergelombang sejak awal Desember 2022. Sejauh ini puluhan korban tewas telah jatuh sehingga membuat Peru diberlakukan status darurat.
Setidaknya sejauh ini tercatat 46 korban tewas--satu di antaranya polisi.