Aktivis HAM Swedia soal Paludan Bakar Al Quran: Mengerikan Bak Nazi

CNN Indonesia
Kamis, 02 Feb 2023 16:12 WIB
Aktivis HAM Swedia, Helene Sejlert, menyebut aksi politikus ekstremis sayap kanan, Rasmus Paludan, yang membakar Al Quran sebagai pola mengerikan Nazi.
Rasmus Paludan menuai kecaman karena membakar Al Quran. (via REUTERS/TT NEWS AGENCY)
Jakarta, CNN Indonesia --

Aktivis hak asasi manusia (HAM) Swedia, Helene Sejlert, menyebut aksi politikus ekstremis sayap kanan, Rasmus Paludan, yang membakar Al Quran sebagai pola mengerikan Nazi.

"Pembakaran Al Quran adalah pola yang mengerikan dari pembakaran buku-buku (seperti) yang dilakukan Nazi, di mana 'yang berbeda' dijelek-jelekkan dan orang atau sesuatu yang 'tidak murni' harus dimusnahkan," kata Sejlert seperti dikutip Anadolu Agency, Rabu (1/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nazi sendiri merupakan partai yang dibentuk diktator Jerman, Adolf Hitler, yang memicu Perang Dunia II. Nazi memiliki ideologi fasis yang menganggap ras Aria atau kulit putih berada di atas ras-ras lain.

Partai itu juga menyebarkan anti-semitisme, anti-Yahudi, hingga memberangus kelompok-kelompok penganut agama lain yang berbeda pandangan dengan ideologi Nazi.

Pernyataan itu dilontarkan setelah Paludan beraksi dengan membakar kitab suci umat Islam di Stockholm, 21 Januari lalu.

[Gambas:Video CNN]

Menurut Sejlert, Paludan menggunakan retorika Nazi dalam memandang umat Muslim.

"Ini adalah retorika yang digunakan Paludan [dan ekstremis lainnya] saat menangani apa yang dilihatnya sebagai 'masalah Muslim,'" ujar Sejlert.

Sejlert mengatakan pada dasarnya hanya ada sedikit pengetahuan mengenai cara menangani dan memerangi rasisme dan Islamofobia di Swedia.

Dia berujar kasus Paludan "merupakan cerminan dari masyarakat tempat kita hidup dan sebuah perpanjangan dari kebencian yang tumbuh di setiap sudut jalan".

Kebencian-kebencian itu pun menurutnya acapkali menyasar umat Islam.

Sejlert juga mengatakan aksi semacam itu kerap mendapat "tumpangan gratis dari media" yang memberi mereka wadah untuk menyebarkan sentimen rasisme dan Islamofobia. Ia menambahkan, topik itu makin berada di titik didih setelah masuk media sosial.

"Saat emosi semakin liar, batas normal kesopanan dilanggar, kata-kata yang digunakan menjadi semakin emosional dan penuh kebencian terhadap 'yang lain' dan mulai menarik kelompok yang lebih luas," kata Sejlert.

Lanjut baca di halaman berikutnya...

Kritikan atas Dalih Kebebasan Berpendapat di Swedia

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER