Kekeringan itu sendiri sejauh ini telah berdampak pada produksi pembangkit listrik tenaga air di negara tersebut. Kekeringan juga berdampak pada output daya di pembangkit nuklir Prancis, yang biasanya menggunakan air sungai untuk mendinginkan reaktor.
Tak hanya itu, menurut Bechu, beberapa bagian Prancis turut mengalami gangguan air minum di tengah kekeringan ini.
Oleh sebab itu, dia pun mendesak prefektur-prefektur Prancis untuk "bereaksi lebih cepat alih-alih bereaksi berlebihan" dengan mengeluarkan peringatan soal kekeringan serta langkah-langkah untuk membatasi penggunaan air.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Eropa belakangan memang terancam mengalami kekeringan akibat perubahan iklim.
Sebuah studi yang diterbitkan pada Januari oleh Graz University of Technology di Austria mencatat bahwa Eropa telah mengalami kekeringan sejak 2018 dan situasi air saat ini "sangat genting".
Peta kekeringan dari program Copernicus Uni Eropa menunjukkan sejumlah peringatan atas curah hujan rendah maupun kelembaban tanah di wilayah Spanyol utara dan selatan, Italia utara, dan Jerman selatan. Hampir seluruh Prancis juga berada di bawah peringatan ini.
Berdasarkan laporan The Guardian, Prancis baru-baru ini mencatat 32 hari tanpa curah hujan yang signifikan. Ini adalah periode terpanjang yang dialami negara itu sejak 1959.
Ahli klimatologi Simon Mitelberger mengatakan sekitar 75 persen hujan dengan intensitas rendah turun di seluruh Prancis pada bulan lalu. Jumlah ini berbeda dibanding curah hujan normal untuk bulan Februari.
Mitelberger menyebut curah hujan selama sembilan dari 12 bulan telah berlangsung di bawah normal hingga 85 persen di Prancis.
(blq/bac)