Kehebohan serial dokumenter Netflix bertajuk In the Name of God: A Holy Betrayal membuat berbagai sekte yang pernah menggegerkan Korea Selatan kembali menjadi sorotan.
Kemunculan begitu banyak sekte di Negeri Ginseng itu pun membuat banyak dahi mengernyit. Mengapa banyak warga Korsel tertarik masuk sekte?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejumlah warganet kebingungan karena banyak dari sekte itu menerapkan ajaran yang di luar akal sehat, bahkan dapat mengarah ke kasus kriminal, seperti pemerkosaan hingga pembunuhan.
Ambil contoh salah satu sekte sesat yang dibahas di In the Name of God, Jesus Morning Star (JMS). Pendiri JMS, Jung Myung Seok, mengaku sebagai mesias.
Dalam ajaran JMS, hubungan seksual dengan Jung dapat menebus dosa. Perempuan anggota sekte itu pun dengan sukarela berhubungan seks dengan Jung.
Meski ajarannya dianggap di luar nalar, sekte-sekte semacam ini terus menjamur di Korea Selatan, membuat jagat maya bertanya-tanya.
Banyak pakar lantas buka suara untuk menjawab rasa penasaran publik itu. Mereka mengungkap sejumlah alasan yang membuat Korsel menjadi tanah subur untuk sekte sesat.
Pastor Jo selaku pendiri perusahaan untuk membantu edukasi publik terkait sekte-sekte itu, Bareunmedia, mengatakan tekanan hidup yang begitu tinggi di Korsel menjadi salah satu alasannya.
Di tengah tekanan tersebut, sekte-sekte itu menawarkan rasa aman, di mana warga dapat merasa memiliki.
"Kita tak bisa memungkiri kelompok-kelompok ini menawarkan komunitas dan rasa memiliki di saat negara kami mencatat angka bunuh diri yang tinggi di antara negara OECD dan orang kecanduan bekerja atau belajar," katanya kepada South China Morning Post.
Berdasarkan pengamatan Jo, orang-orang yang mengikuti sekte itu memiliki ciri-ciri psikologi yang sama dengan pencandu narkoba.
"Dalam penanganan kecanduan, para ahli sepakat bahwa faktor paling penting dalam proses penyembuhannya adalah menemukan komunitas," tutur Pastor Jo.
Menurut Jo, gereja dan masyarakat umum di Korsel tak bisa memberikan bentuk komunitas yang dibutuhkan bagi para "pencandu" itu.
"Ini bisa menjadi alasan orang ikut gereja sesat," tutur Jo.
Ikatan di sekte-sekte itu pun semakin kuat karena para anggotanya rata-rata memiliki permasalahan serupa, yaitu persekusi masyarakat, gereja, bahkan keluarga dan teman sendiri.
"Jadi, tak bisa dihindari, ikatan mereka akan makin kuat ketika mereka diserang dari luar," ucap Jo.
Namun sebenarnya, ketergantungan warga Korsel terhadap sekte-sekte semacam ini sebenarnya sudah tertanam sejak lama.
Profesor pakar sekte Korsel dari Universitas Presbiterian Busan, Tark Ji-il, mengungkap akar sekte-sekte sesat di Korsel bertumbuh di tiga periode kesulitan.
Periode apa saja? Baca di halaman berikutnya >>>