China menunjuk Jenderal Li Shangfu menjadi menteri pertahanan baru, Minggu (13/3). Penunjukan ini menjadi sorotan karena Li pernah menjadi target sanksi Amerika Serikat.
Sejumlah pengamat mengatakan penunjukan ini akan menjadi perhatian tersendiri bagi AS karena rekam jejak sang jenderal.
AS sempat menjatuhkan sanksi atas Li karena pembelian sejumlah senjata dari Rusia pada 2018. Senjata itu mencakup jet tempur Su-35, pesawat S-400, dan rudal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Usai pembelian itu, pemerintahan AS di bawah Donald Trump menjatuhkan sanksi ke Li dan unit militer yang ia pimpin, Departemen Pengembangan Peralatan China.
Posisi menhan di pemerintahan China sendiri sebenarnya tak terlalu signifikan, bahkan dianggap hanya untuk seremonial.
Sejumlah pakar pertahanan mengatakan kepada Reuters bahwa Li kemungkinan ditunjuk sebagai "reward" karena sepak terjangnya dalam modernisasi militer China.
"Saya pikir dia diangkat ke posisi ini [menhan] karena dia memuaskan Xi Jinping di bidang-bidang utama modernisasi," kata pengamat keamanan dari lembaga think tank Forum Pasifik Hawaii, Alexander Nei.
Ia kemudian berujar, "Ia adalah seseorang yang harus bertahan di hadapan pantauan internasional."
Pada 2016, Li memang menjadi wakil komandan Pasukan Dukungan Strategis Tentara Pembebasan Rakyat China (People's Liberation Army/PLA).
Unit itu bertugas mempercepat pengembangan ruang angkasa China dan kemampuan perang dunia maya.
Li lalu diangkat menjadi kepala Departemen Pengembangan Peralatan Komisi Militer Pusat (CMC). CMC merupakan badan pertahanan pemerintahan China yang dipimpin langsung oleh Presiden Xi Jinping.
Lebih jauh, pakar pertahanan dari Sekolah Studi Internasional S. Rajaratnam Singapura, James Char, mengatakan latar belakang Li sebagai teknokrat dan insinyur kedirgantaraan akan berperan penting di posisi barunya.
"Latar belakang operasional dan teknologi dari menteri pertahanan China berikutnya sangat relevan mengingat PLA ingin menjadi militer kelas dunia pada 2049," kata James.