Tentara bayaran Rusia, Wagner Group, membantah tudingan keterlibatan pasukannya dalam konflik di Sudan.
"Karena banyaknya pertanyaan dari berbagai media asing tentang Sudan, yang sebagian besar bersifat provokatif, kami merasa perlu untuk memberi tahu semua orang bahwa prajurit Wagner sudah tidak berada di Sudan selama lebih dari dua tahun," demikian pernyataan Wagner di Telegram, seperti dikutip Reuters, Kamis (20/4).
Pernyataan ini dilontarkan setelah beberapa diplomat Barat di Khartoum pada Maret 2022 menyebut Wagner Group terlibat dalam penambangan emas ilegal di Sudan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini juga diutarakan oleh Samuel Ramadi, penulis buku Russia in Africa, kepada Al Jazeera.
Ramadi berujar Wagner punya hubungan erat dengan pasukan paramiliter Sudan, Rapid Support Forces (RSF), yang ditujukan "untuk menciptakan rute penyelundupan emas dari Sudan ke Dubai dan kemudian ke Rusia, sehingga mereka dapat mendanai operasi Wagner Group di Ukraina."
Kedekatan Wagner dan RSF ini terendus pada awal 2022, sehari setelah Rusia meluncurkan invasi ke Ukraina. Saat itu, Pemimpin RSF, Hemedti, melakukan lawatan ke Moskow.
Kedatangan Hemedti ke Moskow menandakan fase baru kedekatan antara RSF dan Wagner.
Hal ini lantas memicu spekulasi bahwa Wagner berada di balik bentrokan yang pecah di Sudan sejak Sabtu (15/4) lalu.
Wagner menegaskan bahwa mereka sudah lama tidak berhubungan dengan penguasa de facto militer Sudan, Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, maupun Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo alias Hemedti yang mengomandoi RSF.
Mereka menyatakan perusahaan yang terkait dengan bos Wagner, Yevgeny Prigozhin, tidak punya kepentingan keuangan di negara Afrika itu.
Mereka juga menekankan bahwa konflik saat ini murni urusan internal Sudan.
(blq/dna)