Jakarta, CNN Indonesia --
Energi spiritual warga Tunisia bak tak habis-habis terutama di hari-hari terakhir di bulan suci Ramadan seperti sekarang. Orang berbondong-bondong datang hingga menginap di masjid semata-mata untuk beribadah dan tasawuf.
Tahun ini, menjadi yang kedua bagi saya menghabiskan Ramadan di tanah waliyullah. Meski jauh dari kerabat dan keluarga, gegap gempita selama Ramadan tetap terasa di bulan suci ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saya takjub dengan semangat-semangat warga Muslim di Tunisia, terutama 15 hari jelang Ramadan berakhir.
Suasana keagamaan begitu marak di masjid. Saya melihat banyak pengajian, orang berbondong-bondong salat serta tarawih berjamaah, hingga selawat terus terdengar menggema.
Usai tarawih selalu ada festival lagu-lagu spiritual, dan ini terjadi di seluruh penjuru Tunisia. Mereka melantunkan selawat sampai tengah malam.
[Gambas:Video CNN]
Tak hanya di tempat ibadah, lokasi-lokasi perputaran ekonomi pun ikut terdampak gegap gempita Ramadan.
Setidaknya 15 hari sebelum Ramadan berakhir, pasar mulai buka dari selepas Tarawih hingga pagi waktu setempat. Pasar begitu ramai dipenuhi orang-orang yang semangat berbelanja berbagai kebutuhan menjelang Lebaran.
Di Tunisia, dua pekan pertama bulan puasa pasar biasanya hanya dibuka sampai pukul 03.00 waktu setempat.
Penulis: Zuhairi Misrawi ialah Duta Besar Indonesia untuk Tunisia sekaligus cendekiawan Nahdlatul Ulama (NU) lulusan Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir.
Makna Ramadan bagi warga Tunisia, baca di halaman berikutnya >>>
Bulan Ramadan memiliki banyak makna bagi warga Tunisia, salah satunua untuk penyucian jiwa dan momen berkumpul dengan keluarga.
Penyucian jiwa itu ditandai dengan menyambut suka cita Ramadan, bersih-bersih dan menghias rumah. Beberapa bahkan membeli barang serba baru, mulai taplak meja, alat masak, hingga peralatan dapur lain.
Bulan Ramadan juga dimanfaatkan warga di sini untuk mempererat kekeluargaan.
Tiga jam sebelum azan Magrib berkumandang jalanan kerap sepi. Tidak ada tradisi ngabuburit seperti di Indonesia. Umat Muslim di Tunisia betul-betul menikmati setiap momen Ramadan bersama orang-orang terkasih.
Mereka juga lebih sering memasak sendiri kemudian di santap bersama-sama bersama keluarga atau tetangga.
Ini membuat saya rindu sekali dengan suasana Ramadan di Indonesia, terlebih makanan hingga takjil yang wajib muncul selama buka puasa di bulan Ramadan. Bagi sebagian warga Indonesia, tak lengkap rasanya jika tidak mengawali buka puasa dengan jajanan manis dan tak menyantap gorengan.
Rasa rindu akan momen Ramadan di Indonesia sedikit terobati saat saya blusukan menemui warga Indonesia yang ada di sini dan berbuka puasa bersama mereka. Agar suasana Indonesia makin terasa, kami pun menyediakan sejumlah makanan khas Tanah Air, terutama gorengan.
Itu cara saya menghadirkan "keindonesiaan" saat kampung terasa nan jauh di sana.
Pada 9 April lalu, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Tunisia juga menggelar peringatan Nuzulul Quran di Wisma Duta Besar RI.
Sekali lagi, ini upaya kami menghadirkan Indonesia sekaligus menghormati bulan suci Ramadan.
Di acara tersebut, ada dua penceramah yang hadir yakni Dewan Tinggi Islam Tunisia Sheikh Shalahudin Al Mustawi dan mahasiswa Indonesia program doktoral Ardi Pramana.
Saya menegaskan tradisi memperingati malam Nuzulul Quran merupakan momen untuk menjadikan Al Quran sebagai momen membangun peradaban.
Dalam pandangan saya, Indonesia punya modal untuk membangun peradaban adiluhung, karena punyai kitab Suci Al Quran, yang bisa dijadikan sumber dan modal sosial.
Peringatan malam turunnya Al Quran merupakan tradisi baik khas Indonesia, yang diprakarsai Presiden pertama RI, Soekarno, di Istana Merdeka. Ia bahkan kerap mengkhatamkan Al Quran di penjara dan pengasingan.
Bagi Bung Karno, Al Quran merupakan sumber rasionalitas dan kemajuan peradaban bangsa.
Sheikh Shalahudin, saya kira, juga punya pandangan serupa dengan Bung Karno. Ia menekankan betapa penting kitab suci itu sebagai energi perubahan dan kerja.
"Sama dengan Indonesia, para pendiri bangsa dan ulama Tunisia menjadikan Al Quran sebagai energi perubahan dan kerja bagi kemajuan," kata dia saat ceramah di KBRI Khartoum.
Ia kemudian berujar, "Ini merupakan tradisi yang sangat baik, sehingga Indonesia mempunyai citra positif di dunia Islam dan menjadi fondasi bagi kemajuan Indonesia."