Sejumlah warga Yahudi dan Muslim di Amerika Serikat disebut sangat kompak sampai-sampai bekerja sama meloloskan undang-undang anti-kejahatan kebencian.
Direktur Hubungan Muslim-Yahudi American Jewish Committee, Ari Gordon, mengatakan kekompakan itu terjadi sejak umat dua agama tersebut dipandang sebelah mata di Negeri Paman Sam. Yahudi dan Muslim menurutnya mulai berjalan bersama karena menjadi agama minoritas di AS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada banyak isu internasional yang bisa memecah kami, tapi kami punya kebutuhan yang sama di AS. [Karenanya] kami perlu bekerja sama dengan semua partai politik untuk memajukan undang-undang demi melindungi komunitas kami, melindungi masjid kami, sinagog kami, termasuk gereja dan kuil serta rumah ibadah lainnya," kata Gordon dalam diskusi bertajuk Islamophobia dan Antisemitism in The World, di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Rabu (3/4).
Gordon menuturkan kerja sama ini membuahkan hasil setimpal yakni lolosnya undang-undang yang bisa memberantas kebencian tersebut.
"Kami telah membantu meloloskan undang-undang. Saya sudah menyaksikannya ketika saya ke Washington DC dengan mitra ke tempat para anggota kongres," ucapnya.
Ia kemudian melanjutkan, "Kami datang sebagai Muslim dan Yahudi bersama-sama dan mereka mengatakan apa yang kalian lakukan di sini? Kami jawab kami ingin kalian mendukung UU perdamaian ini."
Gordon menjelaskan undang-undang yang diloloskan tersebut di antaranya yaitu Undang-Undang Perlindungan Lembaga Afiliasi Keagamaan yang disahkan oleh Kongres dan diteken oleh Presiden Donald Trump pada Oktober 2018.
Undang-undang lainnya yaitu UU Oposisi Nasional terhadap Kebencian, Penyerangan, dan Ancaman terhadap Kesetaraan (National Opposition to Hate, Assault, and Threats to Equality/NO HATE) yang disahkan oleh Kongres dan diteken menjadi UU oleh Presiden Joe Biden pada Mei 2021.
Dia menyebut kedua UU itu membahas soal kejahatan rasial, termasuk Islamofobia. Meski begitu, beleid tersebut juga berisi soal perlindungan terhadap kelompok agama lain yang kerap menjadi sasaran kebencian.
"RUU pertama memperluas undang-undang kejahatan rasial untuk diterapkan di lembaga keagamaan seperti sekolah, LSM, dan pusat komunitas, yang sebelumnya hanya diterapkan di rumah ibadah seperti sinagog, masjid, dan gereja," kata Gordon dalam kesempatan terpisah kepada CNNIndonesia.com.
"[Sementara] RUU kedua menciptakan hibah federal untuk membantu penegak hukum setempat mengumpulkan data yang lebih baik mengenai kejahatan rasial, mendapatkan pelatihan untuk menanggapi kejahatan rasial, dan menciptakan sumber daya untuk komunitas yang menjadi target kejahatan rasial."
Lebih lanjut, Gordon mengatakan karena relasi hangat tersebut, Muslim dan Yahudi di AS bisa bertahan melawan sikap antisemistisme dan anti-Islam.
Ia pun meyakini bahwa hubungan baik tersebut jika ditambah dengan pengetahuan antara satu sama lain bisa membantu kedua agama itu untuk saling melindungi.
"Karena hubungan ini, kami bisa bertahan melawan antisemitisme, serangan anti-Yahudi, dan serangan anti-muslim. Bahkan jika serangan itu datang dari komunitas kami sendiri," ujarnya.
Lanjut baca di halaman berikutnya...