Sebanyak 20 warga negara Indonesia (WNI) yang diduga disekap di Myawaddy, Myanmar, kerap mengalami kejadian menyiksa, mulai dari naik kapal dijaga orang bersenjata hingga disetrum kala bekerja.
Rosa, saudara salah satu korban penyekapan bernama Novi, mengatakan kerabatnya sebenarnya mulai merasakan hal-hal mencurigakan sejak tiba di Bangkok, Thailand, tempat ia dijanjikan bekerja.
Rosa mengatakan Novi dan rombongannya dijemput menggunakan van berkaca gelap dan diawasi oleh sejumlah orang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ketika sampai di Bangkok, Novi ini kan masih berhubungan sama om saya, namanya Om Panca. Mereka berkomunikasi, tapi pendek-pendek pesannya. Terus enggak bisa ngobrol gitu soalnya katanya ada pengawasnya. Enggak boleh dulu menghubungi keluarga," kata Rosa kepada CNNIndonesia.com, Rabu (3/5).
Rosa berujar Novi dan tiga orang rombongannya dibawa ke Mae Sot, kota di dekat perbatasan Thailand dan Myanmar. Di sana, mereka bermalam satu hari lalu dibawa menyeberang sungai keesokan harinya.
"Di sini tuh udah sangat-sangat mencurigakan karena ya mereka enggak tahu ya pada saat itu bahwa sungai itu tuh sebetulnya sudah jadi perbatasan antara Thailand dan Myanmar," tutur Rosa.
"Jadi mereka dibawa melintasi perbatasan dengan cara seperti diselundupkan gitu. Tanggal 25 Oktober. Menyeberangnya ini udah dijaga oleh sipil bersenjata."
Rosa menyebut Novi tak bisa mengidentifikasi orang-orang bersenjata tersebut lantaran tak mengenakan seragam resmi. Namun, dia menduga mereka adalah orang Myanmar karena Novi kini berada di negara itu.
Setelah menyeberang selama sekitar 30 menit, mereka lalu dijemput van dan diangkut ke sebuah kompleks berisi lima gedung, termasuk bangunan perusahaan tempat Novi bekerja. Lokasinya di Bai Sheng Compound, First Gate, Myawaddy,Myanmar.
"Saat sampai di perusahaan ini lah mereka disodorkan kontrak. Kontrak kerjanya ini tuh bahasa China," ujar Rosa.
"Mereka mencoba tuh menolak untuk tanda tangan [karena tak paham isinya]. Dari pihak perusahaannya bilang kalau menolak tanda tangan maka mereka harus mengganti [seluruh biaya akomodasi]."
Jumlah ganti rugi itu tak main-main. Mereka diminta membayar ganti rugi sekitar US$20.000 atau setara Rp292 juta.
Mau tak mau, mereka akhirnya bekerja. Saat bekerja, mereka kembali dikejutkan karena diminta menjerat orang untuk berinvestasi bodong.
Mereka terpaksa melakukan penipuan atau scamming untuk bertahan hidup di Myanmar. Selama itu pula, hampir semua ponsel disita dan mereka disiksa jika tak mencapai target.
"Pertamanya hukumannya yang paling ringan exercise [olahraga]. Exercise itu disuruh lari keliling lapangan 20-30 kali, kemudian squat jump 500 kali, push up 500 kali, sit up 500 kali. Makanya sampai ada yang pingsan-pingsan, kejang," beber Rosa.
"Setelah itu meningkat lagi hukumannya. Jadi kalau misalnya enggak mencapai target atau berbuat kesalahan itu ditambah lagi tuh, bisa disetrum, ada yang dicambuk, dipukul."
Bagaimana kelanjutannya? Baca di halaman berikutnya >>>