NATO Siap Gempur Rusia Jika Diserang
Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) menyatakan siap untuk menggempur jika sewaktu-waktu Rusia menyerang.
"Kami siap bertarung malam ini. Kami harus bisa bertarung malam ini jika perlu, dengan apa yang kami miliki," kata Wakil Kepala Staf Markas Besar NATO Allied Powers Europe (SHAPE), Letnan Jenderal Hubert Cottereau, seperti dikutip Reuters.
Pernyataan Cottereau ini diutarakan saat NATO tengah mempersiapkan rencana militer rahasia untuk merespons serangan Rusia, sebuah langkah perdana sejak Perang Dingin yang dilakukan NATO terhadap Kremlin.
Rencana itu diperkirakan bakal disetujui oleh para pemimpin NATO saat pertemuan puncak Vilnius yang dihelat Juli mendatang.
Langkah ini menandai perubahan pola pikir NATO terhadap Rusia, di mana sebelumnya blok itu menilai tak perlu menyusun rencana pertahanan skala besar karena merasa tak ada ancaman eksistensial yang dilakukan Rusia pasca-Soviet.
Namun, invasi Moskow di Ukraina, yang disebut-sebut paling berdarah di Eropa sejak 1945, membuat NATO ketar-ketir hingga mulai memikirkan rencana pertahanan untuk siaga jika konflik dengan Kremlin pecah.
"Perbedaan mendasar antara manajemen krisis dan pertahanan kolektif adalah ini: Bukan kami melainkan musuh kami yang menentukan garis waktu," kata Laksamana Rob Bauer, salah satu pejabat tinggi militer NATO.
"Kami harus mempersiapkan fakta bahwa konflik tersebut bisa muncul dengan sendiri kapan saja."
Rencana pertahanan NATO itu juga tak cuma menguraikan cara menangkal serangan Rusia, tetapi juga memberikan panduan kepada negara-negara tentang cara meningkatkan pasukan dan logistik.
Lihat Juga : |
"Sekutu akan tahu persis kekuatan dan kemampuan apa yang dibutuhkan termasuk di mana, apa, dan bagaimana cara menyebarkannya," kata kepala NATO Jens Stoltenberg.
Para pejabat NATO memperkirakan rencana ini akan memakan waktu beberapa tahun untuk bisa sepenuhnya dilaksanakan. Meski begitu, mereka menekankan bahwa NATO siap untuk segera bertempur jika memang diperlukan.
Bukan perang dingin
Sejarawan di SHAPE, Ian Hope, mengatakan rencana pertahanan militer NATO ini bukanlah perang dingin seperti yang dilakukan NATO di masa lalu. Mereka tak bersiap untuk berkompetisi lewat pengaruh militer lagi.
"Kami tidak membayangkan jenis perang seperti Perang Dingin, di mana pasukan sekutu akan dipukul bersamaan dengan serangan skala besar oleh Pakta Warsawa," kata Hope.
Dengan situasi saat ini, di mana internet, drone, senjata hipersonik, serta arus informasi yang cepat menjadi tantangan baru, Hope menilai transparansi di medan perang adalah hal penting untuk dilakukan.
Transparansi itu termasuk satelit dan intel yang mereka miliki untuk mengawasi pergerakan Rusia di Ukraina. Transparansi itu juga yang menurutnya menjadi salah satu alasan mengapa NATO tak melihat kebutuhan mendesak untuk meningkatkan jumlah pasukan di Ukraina timur.
"Semakin banyak pasukan yang Anda kumpulkan di perbatasan, itu seperti memiliki palu. Pada titik tertentu, Anda ingin menemukan paku, jika Rusia mengumpulkan pasukan di perbatasan yang akan membuat kita gugup, jika kita mengumpulkan pasukan di perbatasan yang akan membuat mereka gugup," kata Cottereau.
(blq/chs)