Putin Teken Dekrit Kecam Perjanjian Pembatasan Senjata, Apa Artinya?

CNN Indonesia
Kamis, 01 Jun 2023 19:31 WIB
Pengamat dari pengajar HI hingga lembaga think thank membagikan analisisnya terkait dampak dekrit Putin soal perjanjian pembatasan senjata dengan NATO.
Presiden Rusia Vlaidimir Putin di masa lalu dikenal sebagai agen KGB. (AP/Sergey Guneev)
Jakarta, CNN Indonesia --

Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani dekrit yang mengecam perjanjian pembatasan senjata dengan aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), awal pekan ini.

Dekrit dirilis di situs pemerintah Rusia. Ketetapan itu berisi kecaman Kremlin atas perjanjian pembatasan senjata yang disepakati dengan NATO usai Perang Dunia yaitu Kesepakatan Pasukan Senjata di Eropa (CFE).

Lalu, apa arti langkah terbaru Putin dan dampaknya bagi domestik dan internasional?

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengamat hubungan internasional dari Universitas Airlangga, Radityo Dharmaputro, mengatakan langkah Rusia saat ini hanya untuk menggertak Barat.

Kremlin telah menangguhkan partisipasi di CFE sejak 2007. Tak hanya itu, sejak 2015, mereka juga tak lagi ikut Joint Consultative Group yang mengawasi implementasi kesepakatan itu.

Dekrit kali ini juga dianggap untuk mempertegas posisi Rusia, yang kian berjarak dengan Barat.

"Putin hanya ingin menunjukkan bahwa dia tidak mau kembali ke relasi normal dengan Barat. Dia ingin agar Barat berkompromi dengan Rusia, dan mengorbankan Ukraina," ujar Radityo pada Kamis (31/5).

"Jadi, yang dia lakukan ini kembali menggertak. Harapan Putin adalah agar Barat takut dan berkompromi dengan Rusia," tambahnya.

Di sisi lain, Radityo menilai, pihak Barat pun menyadari gertakan semacam itu tak akan berdampak, apalagi Rusia sudah absen dari CFE sejak 16 tahun lalu.

Sementara itu, peneliti hubungan internasional dari lembaga analisis, Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Waffaa Kharisma juga punya penilaian serupa.

Ia menilai bagi Rusia, keputusan keluar secara formal dari CFE adalah lebih mencerminkan kondisi saat ini.

"Ini tipe kebijakan yang menyesuaikan kondisi lapangan. Bukan kebijakan yang dibuat untuk mengguide perilaku," kata Waffaa.

Adapun dampak yang muncul usai Putin menandatangani dekrit itu, Waffaa menilai di sisi domestik itu menjadi bagian dari proses perundang-undangan untuk mencabut ratifikasi perjanjian internasional secara formal.

"Untuk mengakhiri, menolak, dan melawan regulasi forces deployment [pengerahan pasukan], bahkan dibuat legal supaya pemerintah Rusia mana pun ke depan, istilahnya harus revisi UU dulu baru bisa masuk ke treaty ini," ucap Waffaa.

Keputusan tersebut, kata dia, merupakan perpanjangan dari pergerakan strategi geopolitik Rusia yang sudah berjalan selama ini.

"Kalau secara internasional, dampaknya secara diplomatis untuk sinyal bahwa there is no going back," ungkap dia.

CFE di antara Rusia dan NATO

Waffaa mengatakan CFE memang selama ini menjadi barang perdebatan Rusia dan NATO.

Pada 1992, NATO dan Pakta Warsawa menandatangani kesepakatan tersebut. Tujuh tahun kemudian, CFE mengubah kerangka kerja dari antarblok-antar zona menjadi antarwilayah nasional.

"Sejak saat itu jadi perdebatan, NATO mematuhi tapi enggak mau ratifikasi," ujar Waffa.

Rusia padahal sampai berkomitmen terhadap beberapa dokumen pendamping yang salah satunya berisi penarikan pasukan Rusia dari Georgia dan Moldova. Namun, sejumlah negara anggota NATO masih ogah meratifikasi CFE.

Moskow juga melayangkan protes dan menuding NATO enggan menghargai CFE. Sikap itu tercermin dari tindakan aliansi militer yang mengerahkan perisai pertahanan rudal di Eropa.

Di dalam CFE padahal mengatur soal pembatasan lima kategori utama peralatan militer konvensional di Eropa. Kategori itu yakni tank, kendaraan lapis baja, artileri, helikopter, dan pesawat tempur.

Kesepakatan itu juga mengamanatkan penghancuran persenjataan berlebih.

(isa/kid)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER