Salah satu dampak yang cukup mengkhawatirkan dari bendungan jebol ini yaitu tersebarnya puluhan ribu ranjau akibat terbawa arus banjir. Diketahui, arus banjir mengalir melewati daerah-daerah yang menjadi garda depan peperangan.
Setidaknya sejak November, Tepi Sungai Dnipro telah menjadi salah satu titik panas konflik antara Rusia dan Ukraina. Saat itu pasukan Ukraina mengusir Rusia menyeberangi sungai ke tepi selatan.
Setelah itu, kedua belah pihak pun meletakkan ranjau di sepanjang tepi sungai. Ranjau-ranjau ini kini hanyut terbawa banjir dan bisa saja tersebar secara acak ke kota, desa, serta lahan pertanian di hilir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena banjir ini, warga sipil di daerah sekitar bendungan beresiko terkena ranjau yang kini terseret banjir bahkan bertahun-tahun setelah perang.
Di Mykolaiv Oblast, sebelum dilanda banjir, organisasi Halo Trust sudah berupaya membersihkan ranjau di sepanjang Sungai Inhulets, anak Sungai Dnipro. Setelah banjir, mereka khawatir ranjau-ranjau yang terbawa arus berdampak pada warga, terutama jika genangan surut.
"Rusia meletakkan ranjau anti-tank di titik-titik terendah Sungai Inhulets guna mencegah pasukan Ukraina menyeberang dengan kendaraan, sampai akhirnya Mykolaiv dibebaskan pada November 2022," kata Jasmine Dann, manajer lokasi Halo Trust untuk Mykolaiv.
"Ranjau-ranjau ini sekarang menimbulkan risiko fatal bagi warga sipil yang kembali ke rumah mereka atau menggunakan tepian subur untuk menggembalakan hewan mereka, mengolah tanaman dan ikan," lanjut dia.
"Tim pembersihan ranjau kami secara teratur menyeberangi sungai untuk mengakses ladang ranjau, tapi jika permukaan sungai naik secara signifikan sebagai akibat dari [runtuhnya bendungan] pagi ini, daerah-daerah ini akan terputus dan kami tidak akan bisa membersihkan ranjau."
Kehancuran di hulu bendungan adalah sisi lain dari dampak yang terjadi di hilir. Jika di hilir warga terancam kerusakan ekologis serta tersebarnya ranjau, di hulu warga berpotensi mengalami kelangkaan air.
Sejak meledak, tingkat reservoir Kakhovka turun secara drastis. Dalam beberapa hari, pompa air di pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Zaporizhzhia akan kesulitan mendapat cakupan air untuk mendinginkan inti reaktor. Stok bahan bakar pun bakal habis demi mengisi kekurangan tersebut.
Saat ini, enam reaktor telah ditutup, sementara PLTN memiliki kolam pendingin yang sangat besar. Dengan keadaan darurat semacam itu, setidaknya dunia masih bisa selamat dalam beberapa bulan jika stok kolam tetap utuh.
Namun pada faktanya, stok kolam PLTN tak sebanyak itu. Sama seperti PLTN itu sendiri, kolam pendingin tersebut kini ada di tangan Rusia.
Hilangnya air di waduk juga berarti akan ada jauh lebih sedikit air minum untuk kota-kota di wilayah tersebut. Kawasan itu juga akan kesulitan melakukan irigasi untuk pertanian.
Air berkurang sedikit saja sudah bisa menyebabkan kekeringan. Dampaknya sudah pasti akan dirasakan pada produksi pangan serta ekspor gandum, jagung, minyak bunga matahari, dan kacang kedelai ke seluruh dunia.
Menurut lembaga think tank pertanian, EastFruit, waduk Kakhovka adalah "jantung dari salah satu sistem irigasi terbesar di Eropa". Air waduk "memungkinkan untuk menumbuhkan hingga 80 persen dari semua sayuran di Ukraina dan persentase yang signifikan dari buah-buahan dan anggur."
Salah satu daerah yang terkena dampak adalah Crimea, yang telah diduduki Rusia sejak 2014. Kanal yang memasok air ke semenanjung memiliki saluran masuk tepat di atas bendungan Nova Kakhovka.
Dalam beberapa bulan terakhir, waduk Crimea telah diisi ulang sehingga tidak akan ada krisis langsung. Namun, dalam beberapa tahun mendatang, hal itu bisa membuat warga sipil dan tentara di sana tidak bisa bertahan.
Kondisi itu bisa saja memaksa penarikan penduduk dan pasukan tanpa mesti melewati baku tembak. Ini merupakan ironi yang tak bisa dilepaskan dari Ukraina.
(blq/rds/bac)