Bela Kudeta Niger, Presiden Burkina Faso Pernah 'Ngaku' Sekutu Putin
Presiden Burkina Faso Ibrahim Traore pernah mengaku bahwa rezim Vladimir Putin di Rusia adalah sekutu strategis negaranya.
Presiden yang menjadi sorotan usai mendukung kudeta militer di Niger itu mengungkapkan hal tersebut saat membantah bahwa kelompok tentara bayaran Rusia, Wagner Group, terlibat dalam perang Burkina Faso melawan gerilyawan Islam.
Dia mengatakan Rusia adalah pemasok peralatan untuk militer Ouagadougou dan bahwa kedua negara menikmati hubungan yang saling terbuka.
"Saya puas dengan kerja sama kami dengan Rusia," kata dia kepada penyiar Radiodiffusion Television du Burkina (RTB), seperti dikutip Financial Times, 5 Mei lalu.
"(Tapi) tentara kami bertempur sendirian. (Berita tentang) kehadiran Wagner ditujukan untuk menyakiti Burkina, sehingga negara-negara tidak akan bekerja sama dengan kami," ucap dia.
Wagner sempat disebut-sebut berperang bersama prajurit Burkinabe, seiring dengan keberadaan mereka di negara tetangga, Mali, sejak akhir 2021.
Tudingan itu dilontarkan Presiden Ghana, Nana Akufo-Addo, bahwa Wagner ada di Burkina Faso dan mengoperasikan ranjau di bagian selatan negara itu.
Seorang pejabat keamanan Prancis mengatakan kepada Financial Times bahwa tidak mengherankan "jika Wagner membuat tawaran menarik kepada mereka seperti di Mali."
Sama dengan Mali, pasukan Burkina Faso ikut dalam kampanye melawan Al Qaeda dan Islamis terkait ISIS yang meneror Sahel, jalur semi-kering di selatan Sahara.
Menurut Armed Conflict Location & Event Data Project (ACLED), perusahaan pelaporan data konflik, total 4.000 orang tewas dalam kekerasan tahun lalu di Burkina Faso. Hampir 2 juta orang atau 10 persen dari populasi mengungsi akibat krisis.
Presiden Traore baru-baru ini menyedot perhatian setelah mendukung kudeta militer di Niger pekan lalu.
Dukungan itu tersirat dari keengganannya menjatuhkan sanksi kepada Niger serta penolakan dia terhadap intervensi militer asing di Niger.
Burkina Faso sendiri adalah negara yang mengalami nasib serupa dengan Niger pada 2022 lalu. Kala itu, Traore dan perwira militer lain menggulingkan Paul Henri Damiba karena dianggap tak becus mengatasi pemberontakan bersenjata.
Ini merupakan kudeta kedua yang terjadi di tahun 2022. Sebab Damiba sendiri menjabat presiden setelah mengambil alih paksa kekuasaan dari tangan Presiden Roch Kabore.
Para pengamat menyebut situasi keamanan yang mengerikan ini semakin memperburuk ketidakstabilan politik di negara itu.
(isa/bac)