Swedia gonjang-ganjing setelah serangkaian aksi pembakaran Al Quran di negara itu memicu pro-kontra di dalam negeri sendiri.
Sebagian pihak menilai aksi itu tersebut tepat, tapi beberapa lainnya memandang sebaliknya.
Eks perdana menteri Swedia, Magdalena Andersson, adalah salah satu tokoh yang menganggap orang-orang pembakar kitab suci umat Islam itu "idiot".
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia bahkan terang-terang mengkritik pemerintah Swedia karena membiarkan begitu saja orang-orang yang hendak memecah belah bangsa.
Andersson mengatakan para pelaku harus mempertimbangkan konsekuensi atas tindakan mereka.
Sementara itu, pendukung Partai Demokrat menilai aksi pembakaran Al Quran adalah hal tepat. Partai ini memang sangat "keras" ketika membahas hal menyangkut Islam, yang mereka pandang tidak sesuai dengan nilai-nilai Swedia.
Dilansir Euronews, pemimpin partai terbesar kedua di parlemen Swedia itu, Jimmie Akesson, mengatakan negara ini melindungi hak orang untuk menggelar aksi demonstrasi.
Di dalam aksi itu, warga bisa saja membakar Al Quran. Menurutnya, Swedia juga melindungi hak orang-orang yang membakar Alkitab di tengah demonstrasi.
Rekan Akesson sesama kader Demokrat, Richard Jomshif, mengatakan hal yang lebih agresif, yakni bahwa Islam adalah "agama/ideologi anti-demokrasi, kekerasan, dan misoginis."
Tak cuma itu, dia juga menyebut Nabi Muhammad sebagai "panglima perang, pembunuh massal, pedagang budak, dan perampok."
Pro-kontra ini sendiri tak cuma berlangsung di dalam negeri, tapi juga di dunia internasional.
Negara-negara mayoritas Muslim marah dan mengutuk keras aksi yang dianggap sebagai penistaan agama ini.
Irak dan Indonesia, misalnya, tak cuma mengecam pembakaran Al Quran, tetapi juga kenyataan bahwa aksi itu diizinkan langsung oleh polisi Swedia.
Organisasi untuk Kerja Sama Islam (OKI) pun mengeluarkan rencana aksi berisi 35 poin untuk merespons masalah ini, dan menyampaikannya kepada PBB.
Menanggapi kemarahan ini, pemerintah Swedia berusaha menenangkan hubungannya dengan negara-negara yang merasa dirugikan ini, terutama Turki, yang selama ini memblokir jalan Swedia bergabung dengan NATO.
Swedia juga mulai meningkatkan keamanan di perbatasan usai mendeteksi keberadaan pihak asing yang sengaja menggunakan momentum ini untuk mengobrak-abrik negara.
Pengetatan keamanan juga dilakukan setelah banyak warga Swedia menerima ancaman teror imbas aksi pembakaran Al Quran.
Kendati demikian, para menteri masih mengesampingkan peluang untuk mengamandemen undang-undang yang mengatur kebebasan berpendapat.
Regulasi itu selama ini digunakan sebagai dalih untuk membenarkan aksi pembakaran kitab suci di tengah demonstrasi.
Perdana Menteri Ulf Kristersson bersikeras bahwa aksi pembakaran kitab suci semacam ini memang "bisa mengerikan, tapi tetap legal."
(blq/has/bac)