Trump Mengaku Tak Bersalah Kasus Batalkan Hasil Pemilu di Georgia

Mantan presiden Donald Trump mengaku tak bersalah dalam kasus pembatalan hasil pemilihan umum di Negara Bagian Georgia, Amerika Serikat, pada 2020 lalu.

Dalam pembelaan yang diajukan ke Pengadilan Fulton County pada Kamis (301/8), Trump menyatakan bakal mengabaikan dakwaan atasnya. Dia juga menyebut akan menggunakan haknya untuk tidak hadir dalam sidang dakwaan.

"Sebagaimana dibuktikan dengan tanda tangan di bawah ini, dengan ini saya mengesampingkan dakwaan resmi dan mengajukan pembelaan tidak bersalah terhadap dakwaan dalam kasus ini," demikian kutipan dokumen pembelaan Trump.

Trump memang dijadwalkan mengikuti sidang dakwaan secara langsung pada Rabu pekan depan. Namun, hukum Georgia memungkinkan terdakwa tak hadir secara langsung.

Sebagai gantinya, terdakwa dapat mengajukan pembelaan resmi melalui pengajuan surat ke pengadilan.

Diberitakan CNN, dalam pengajuan lainnya, Trump juga secara resmi meminta hakim memisahkan kasusnya dari para terdakwa lain yang menginginkan persidangan cepat.

Pengacara Trump, Steven Sadow, mengatakan pihaknya tak punya cukup waktu untuk mempersiapkan persidangan pada 23 Oktober mendatang.

Jika Trump tetap diminta datang pada tanggal tersebut, keputusan itu "melanggar hak konstitusional federal dan negara bagian Presiden Trump untuk menjalani pengadilan yang adil dan proses hukum yang adil."

[Gambas:Video CNN]

Trump terseret 13 tuduhan atas dugaan aksinya membatalkan hasil pemilihan presiden di Georgia pada 2020.

Salah satu kasus yaitu dugaan upaya Trump menggunakan pemilih palsu untuk berbohong bahwa dia memenangkan pemilu di Georgia saat itu. Ia pun mendesak pembatalan hasil pemilu di Georgia yang dimenangkan Joe Biden.

Ini merupakan dakwaan keempat di mana Trump mengaku tak bersalah. Sebelumnya, ia juga mengaku tak bersalah dalam serangkaian kasus terkait pemilu yang dituduhkan kepadanya.

Dia juga didakwa dalam tiga kasus pidana lain, di antaranya dugaan suap uang tutup mulut kepada bintang film dewasa pada 2016 di Manhattan, kasus dokumen rahasia, serta kasus campur tangan pemilu dalam insiden kerusuhan di US Capitol.