Sementara itu, Associate Professor Jurusan Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran (UNPAD), Teuku Rezasyah, memprediksi peta baru ini merupakan bagian dari rencana China mempersiapkan perayaan 100 tahun negara berdiri pada 2048 mendatang.
"Dengan peta baru ini, China ingin mengklaim dulu wilayah-wilayah itu, dan akan dideklarasikan menjadi benar-benar miliknya mungkin pada 2048 nanti. China sudah sangat percaya diri, di mana seluruh mimpi China untuk menjadi negara hegemon akan terwujud saat China merayakan 100 tahun berdiri pada 2048 nanti," kata Rezasyah kepada CNNIndonesia.com pada Kamis (31/8).
"Tahun ini China menginjak 75 tahun berdiri pada 1 Oktober nanti, nah makanya ini (wilayah-wilayah) diklaim dulu oleh mereka (China) baru nanti di declare menjelang 2048. Sudah terencana dan sistematis," paparnya menambahkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, China saat ini sudah berhasil menguasai rantai pasokdari berbagai industri utama di dunia. Beijing juga sudah "merangkul" negara-negara mitra untuk tak punya pilihan selain mendukung China, terutama dengan menggelontorkan investasi dan berbagai bantuan lainnya.
Rezasyah menilai Presiden Xi Jinping juga sudah berhasil membuktikan ke publik dalam negeri bahwa selama dia berkuasa, China sudah mencapai mimpi-mimpi nenek moyang untuk menjadi negara hegemoni yang berdaulat di dalam dan luar negeri, unggul secara ekonomi, ideologi, politik, hingga pertahanan.
"Bulan Oktober nanti saya kira akan banyak propaganda China menyambut 75 tahun kemerdekaan. China akan memperkuat ideologi dan persatuan hingga meresmikan proyek internasional, termasuk kereta cepat Jakarta-Bandung pada 1 Oktober," ucap Rezasyah.
"Saya tidak melihat unsur kebetulan, ini sudah direncanakan," paparnya menambahkan.
Menurut Rezasyah, komunitas internasional harus berbuat sesuatu demi meredam agresivitas China ini. Sebab, menurutnya sikap negara-negara yang dinilai pasif menanggapi tindakan China ini menjadikan pemerintahan Presiden Xi Jinping ini merasa bisa bersikap seenaknya.
"Dengan melihat negara-negara cenderung diam, hanya protes, ini membuat China merasa dunia segan dan tidak berani mengoreksi sikapnya. Jika begini, hanya tinggal tunggu waktu China akan semakin memaksakan aturan-aturan barunya di kancah internasional," kata Rezasyah.
"Situasi semakin tidak menguntungkan, di mana China semakin arogan dan sadar kalau mitra-mitranya bergantung pada investasi dia. Jadi sikap China tidak akan berubah sepertinya, tetap ngotot. (Peta baru) ini semakin menegaskan kepemilikan China. Sikap China ini seakan membuat dunia tanpa hukum," ucapnya.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikamahanto Juwana, mengatakan ini bukan pertama kalinya China merilis peta standar teritorialnya dan mengklaim wilayah-wilayah tersebut.
Menurut Hikmahanto, kali ini komunitas internasional, terutama negara yang bersengketa dengan China, juga lagi-lagi tidak dapat melakukan apa-apa selain terus melayangkan protes dan mengajak Beijing berunding lewat diplomasi soal konflik teritorial ini.
Jika melihat hasil dari keputusan PCA pada 2016, China bahkan semakin agresif menegaskan klaim teritorialnya di Laut China Selatan meski pengadilan sudah memutus hal itu sebagai "tidak memiliki dasar hukum."
"Harus ada kesepakatan antarangeara baru pengadilan internasional bisa memutus. Dalam konteks komunitas internasional, hukum internasional itu cuman sebagai alat legitimasi, yang berlaku itu pada akhirnya hukum rimba, siapa yang kuat dia yang menang.
"Sekarang ini, China dalam posisi yang sangat kuat, ekonomi kuat, militer juga kuat, sehingga meskipun katakanlah India negara besar juga, tapi mungkin tidak mau sampai harus berkonfrontasi langsung dengan China. Apalagi mereka dalam salah satu organisasi yang sama yakni BRICS," ucap Hikmahanto.
(rds/bac)