Mayoritas Korban Tewas Banjir Libya Sulit Diidentifikasi, Kenapa?

CNN Indonesia
Senin, 18 Sep 2023 20:30 WIB
Pihak berwenang Libya disebut sulit mengidentifikasi sebagian besar Korban tewas banjir di Libya yang dilaporkan telah mencapai 3.958 orang itu per Senin (18/9). (Marwan Alfaituri via REUTERS/MARWAN ALFAITURI)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pihak berwenang Libya disebut sulit mengidentifikasi sebagian besar Korban tewas banjir di Libya yang dilaporkan telah mencapai 3.958 orang itu per Senin (18/9).

Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (Office for the Coordination of Humanitarian Affairs/OCHA) sempat menyatakan korban banjir Libya mencapai 11.300 jiwa. Namun, angka yang mengutip Organisasi Palang Merah Libya itu direvisi menjadi sekitar 3.958 orang.

Sementara itu, lebih dari 9.000 orang dilaporkan masih hilang.

Selain sulit mengidentifikasi jenazah, pencarian para korban yang hilang ini disebut-sebut menghadapi banyak kesulitan. Mulai dari infrastruktur yang hancur, bau mayat yang membusuk, hingga gelombang laut yang kian tinggi.

"Pada hari-hari pertama, menyelamatkan jenazah sangat mudah karena kondisi laut kooperatif dan jenazah masih utuh. Kami berhasil membawa sekitar 35 jenazah," kata Letnan Satu Omar Ali kepada The National, Senin (18/9).

Namun, di hari-hari berikutnya, tim penyelamat mulai kesulitan seiring dengan tingginya gelombang air dan mayat-mayat yang mulai membusuk.

"Gelombang semakin tinggi dan mayat-mayat mulai membusuk, membuat penyelamatan mayat sangat sulit bagi kami," ucap dia.

"Kami hanya bisa membawa lima, enam, mungkin sembilan jenazah paling banyak sehari."

Ali berujar pengambilan satu mayat saja bisa memakan waktu hingga tiga jam. Hal ini imbas kondisi jenazah yang sudah rusak.

"Sekarang, mayat-mayat itu benar-benar terdegradasi. Fitur-fiturnya benar-benar terhapus," tuturnya.

Menurut dokter yang berada di lokasi kejadian, para korban sulit diidentifikasi lantaran sudah mulai mengalami tahap pembusukan. Kondisi ini pun diperparah dengan lamanya waktu jenazah berada di air.

"Dia dalam tahap pembusukan sekarang, karena air," ucap sang dokter yang tengah mencoba mengidentifikasi jenazah seorang pria dalam kantong hitam, seperti dikutip BBC.

Menurut penelitian kolaborasi kriminolog dari Simor Fraser University dan the Ocean Network Canada's Victoria Experimental Network, kadar oksigen tinggi dalam air terbukti bisa menghancurkan tubuh dalam waktu kurang dari empat hari.

Berbeda dengan tubuh jenazah di daratan, yang bisa bertahan dari pembusukan selama enam bulan atau lebih.

Selain itu, kecepatan dekomposisi juga dipengaruhi oleh bakteri yang menghancurkan mayat tersebut. Musim, jenis air, serta habitat makhluk air tempat mayat ditemukan pun turut mempengaruhi kondisi jenazah.

Sejumlah negara sejauh ini telah mengirim tim penyelamat untuk membantu mengevakuasi para korban banjir akibat bendungan jebol di Libya.

Meski begitu, para penyelamat tak leluasa lantaran alat-alat yang digunakan sangat sederhana dan tidak khusus untuk menggapai jenazah.

"Sejauh ini, ini bukan tugas yang mudah. Bukan untuk penyelam. Bukan untuk seluruh tim penyelam," ucap Ali.

Banjir bandang menerjang Kota Derna, Libya, usai hujan lebat dan Badai Daniel melanda pantai utara pada Sabtu (9/9) malam. Dua bendungan di Derna pun jebol karena tak kuasa menahan debit air.

Bencana yang menelan ribuan korban jiwa ini disebut-sebut akibat buruknya pemerintahan di Libya usai negara itu terbelah buntut perebutan kekuasaan. Infrastruktur bendungan yang merupakan bangunan vital pun terabaikan sehingga mudah roboh saat diterpa bencana.

(blq/rds)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK