Israel dan Hamas Perang, Bagaimana Posisi Pemerintah Palestina?
Israel dan milisi di Palestina, Hamas, masih terus berperang sejak pekan lalu hingga hari ini.
Total ribuan korban dari dua negara tewas. Fasilitas medis dan rumah penduduk pun terdampak imbas perang ini.
Terlepas dari itu, bagaimana sikap pemerintah Palestina?
Di hari yang sama saat Hamas meluncurkan roket ke Israel, Presiden Mahmoud Abbas mengatakan warga Palestina punya hak membela diri atas "kejahatan dan pelanggaran Israel di kompleks Masjid Al-Aqsa dan Wilayah Palestina," demikian dikutip dari New Arab.
Menanggapi komentar itu, pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia Sya'roni Rofii menilai pemerintahan Abbas memanfaatkan situasi ini.
"Betul [memanfaatkan situasi]. Ketika terjadi serangan ini posisi Abbas mengamini, mendukung serangan Hamas ke Israel," kata Sya'roni kepada CNNIndonesia.com, Kamis (12/10).
Abbas merupakan ketua umum faksi politik Fatah. Faksi ini dan Hamas kerap terlibat perselisihan soal cara memerdekakan Palestina.
Di luar itu, mereka memiliki musuh bersama yakni Israel yang menduduki wilayah Palestina.
Menurut Sya'roni, Fatah berkomitmen untuk memerdekakan Palestina dengan cara diplomasi. Sementara itu, Hamas ingin memerdekakan Palestina dengan cara angkat senjata.
"Dari dulu memang posisi mereka bersebelahan. Fatah mengedepankan jalan diplomasi, Hamas lebih mendekatkan pendekatan militer," ujar Sya'roni.
Lebih lanjut, pengamat UI itu menerangkan selama ini jalan diplomasi tidak efektif, apalagi saat muncul upaya normalisasi Arab Saudi dan Israel.
Belakangan ini, Israel berusaha untuk membuka hubungan dengan Saudi melalui Abraham Accord yang digagas Amerika Serikat.
Pada awal Oktober lalu, Putra Mahkota sekaligus Perdana Menteri Mohammad bin Salman mengatakan Saudi dan Israel "semakin dekat" saat ditanya soal normalisasi.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menargetkan normalisasi dengan Saudi pada tahun depan.
Saudi mensyaratkan kemerdekaan Palestina jika Israel ingin normalisasi. Namun, kemerdekaan itu tertutup dengan pernyataan Netanyahu yang menyebut normalisasi tak akan ditukar apa pun dengan negara bagi Palestina.
Netanyahu menyampaikan pidato di Sidang Majelis Umum PBB dengan menampilkan peta baru Israel yang memuat Gaza dan Tepi Barat. Di peta yang dia bawa bahkan tertera "New Middle East."
Ia lalu menjabarkan jika Israel dan Saudi betul-betul normalisasi maka akan ada perubahan besar di Timur Tengah.
Sya'roni menilai ini waktu yang tepat bagi Palestina untuk menunjukkan bahwa mereka perlu diperhitungkan di normalisasi.
"Posisi kepemimpinan Fatah tak dihiraukan artinya dalam konteks Abrahim Accord Palestina tak masuk satu-kesatuan," ujar dia.
Ia kemudian berkata, "Abbas merasa bahwa oke ini kesempatan kita bicara bahwa eksistensi kami tidak dilihat oleh aktor Amerika, Eropa atau kawasan."
(isa/bac)